REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Sejumlah peserta BPJS Kesehatan, yang ada di daerah masih menunggu dan melihat perkembangan, terkait dengan kebijakan Pemerintah terkait dengan sanksi keterlambatan iuran bagi peserta jaminan jaminan kesehatan tersebut.
Kendati begitu, mereka tetap menyayangkan jika kebiijakan sanksi yang disiapkan bagi peserta jaminan kesehatan tersebut akhirnya dirasakan terlalu memberatkan peserta, terutama bagi kepesertaan perorangan.
Agung Ranin (34) warga lingkungan Setenan, Kelurahan Ungaran, Kabupaten Semarang kurang sepakat terhadap sanksi- sanksi yang bakal dikenakan kepada peserta BPJS Kesehatan, yang akhirnya harus dikaitkan dengan sanksi administrasi di luar lingkup kepesertaan.
Ia mengakui, secara kemanfaatan BPJS Kesehatan memang sangat membantu dan ia pernah menikmati kemanfaatan tersebut. Namun ia khawatir jika sanksi administrasi nantinya bakal diberlakukan, persoalan yang dihadapi peserta BPJS Kesehatan juga akan semakin kompleks.
“Misalnya, mau kredit pengajuannya terganjal oleh tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Padahal semuanya juga merupakan kebutuhan,” ungkapnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (9/10).
Semestinya, kata dia, Pemerintah lebih bisa mencari sekema lain dalam mengurangi devisit dalam penyelenggaraan BPJS kesehatan, tanpa harus ‘memaksakan’ dengan sanksi- sanksi administrasi yang lain.
Intinya, peserta dengan kemampuan yang terbatas jangan dihadapkan pada dilema yang membuat persoalan mereka menjadi semakin pelik. “Karena keterlambatan atau tunggakan bukan tidak semuanya disebabkan oleh ketidakpatuhan. Bisa jadi situasi yang belum memungkinkan,” tambah Agung.
Hal ini diamini oleh Sulis (42), peserta BPJS Kesehatan lainnya. Menurutnya, Pemerintah harus bisa melihat, apakah tunggakan iuran itu akibat kurang tertib atau memang karena daya beli masyarakat yang sedang menurun. Kalau karena daya beli yang sedang menurun, seharusnya sanksi tersebut jangan dipaksakan.
“Semuanya memang penting, tetapi apa yang bisa diperbuat jika memang kemampuan sedang terbatas,” jelasnya.