REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Fraksi Golkar enggan bersikap tegas soal wacana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) penundaan UU KPK dan menyerahkan kajian tersebut ke Istana. Namun, Ketua Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin menyatakan, sejauh ini tidak ada keadaan yang memaksa keluarnya Perppu.
"Persyaratan Perppu itu kan diatur dalam konstitusi negara bahwa dalam keadaan memaksa dalam kegentingan kemudian terjadi kekosongan hukum. Dalam kondisi saat ini tidak terjadi kekosongan hukum maupun maupun terjadi kegentingan," ujar Aziz di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Senin (7/10).
Berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), lebih dari 70 persen masyarakat mendukung dikeluarkannya Perppu untuk menunda UU KPK yang kontroversial, namun terlanjur disahkan DPR RI. Terkait hasil survei tersebut, Eks Ketua Komisi Hukum yang meloloskan UU KPK itu pun menyerahkan ke presiden.
"Terhadap Perppu itu kan itu kewenangan ada di Presiden tentu kami sebagai lembaga DPR dari unsur pimpinan dan AKD juga menyerahkan itu kepada pemerintah untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan secara hukum," ujar dia.
Presiden Joko Widodo juga masih belum menunjukkan ketegasannya terkait keputusan dikeluarkannya Perppu. Jokowi tak pernah secara tegas akan menerbitkan Perppu, hanya menimbang-nimbang. Aziz pun enggan berspekulasi soal keputusan Jokowi.
"Kita tunggu saja pada saat nanti dan tentu hubungan antara lembaga pemerintah dan DPR dan lembaga yudikatif tetap harus kita jaga harmonisasinya untuk kepentingan bangsa dan negaara yang lebih besar," ujar politikus Golkar itu menegaskan.