Senin 30 Sep 2019 04:49 WIB

Menerangi Hutan Tertua di Pulau Jawa

Untuk melistriki dua desa di Banyuwangi membutuhkan perabasan di beberapa titik.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Petugas mengerjakan proyek pembangunan jaringan listrik untuk melistriki Pantai G-Land Alas Purwo, Banyuwangi.
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Petugas mengerjakan proyek pembangunan jaringan listrik untuk melistriki Pantai G-Land Alas Purwo, Banyuwangi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Jalanan sempit dengan aspal yang mulai terkelupas ditambah kepulan debu menjadi suguhan menantang saat menyusuri Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Sesekali, membuat badan miring ke kiri dan ke kanan, akibat guncangan kendaraan yang harus menyesuaikan dengan jalanan bergelombang.

Kendati demikian, keindahan dari rimbunnya hutan yang disebut-sebut tertua di Pulau Jawa tersebut, sangat memanjakan mata. Seolah merayu pengunjungnya untuk masuk ke area yang lebih dalam lagi.

Baca Juga

Tumbuhan berusia puluhan tahun, hingga primata yang bergelantungan, adalah sedikit dari banyaknya keindahan yang tersaji. Terkadang, pengunjung juga bisa mengintip birunya air laut yang tampak dari celah pepohonan.

Setelah menyusuri hutan sekitar 30 menit, pengunjung akan tiba di Pantai Plengkung, atau lebih dikenal dengan nama G-Land. Meski letaknya berada di ujung Alas Purwo, ternyata pantai ini menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan, terutama dari mancanegara.

"Biasanya mulai April sampei Oktober itu banyak-banyaknya turis asing. Babyaknya dari Australia," kata salah seorang penjaga pantai Dian Ajeng Triyo kepada Republika, Ahad (29/9).

Pantai G-Land memang disebut-sebut memiliki ombak terbaik kedua di dunia setelah Hawaii. Itu alasannya pantai tersebut masuk ke dalam daftar para pecinta olahraga berselancar (surfing).

Lokasinya yang jauh berada di ujung hutan tidak menjadi masalah bagi mereka. Terutama wisatawan mancanegara. "Kejuaraan surfing internasional ya sering digelar di sini. Karena memang katanya ombaknya bagus kalau kata bule-bule itu," ujar Dian.

Dian menjelaskan, di sekitar Pantai G-Land terdapat empat resort, yang biasa dijadikan tempa tinggal para turis saat menjalani liburan. Masa tinggal para turis di sana, Dian mengatakan, bisa sampai berminggu-minggu. Menurutnya, itu menandakan, para wisatawan mancanegara tersebut kerasan meski tinggal di ujung hutan, yang jauh dari keramaian.

Potensi wisata yang dimiliki Pantai G-Land tersebut mendorong PLN ikut serta mengembangkan jaringannya. Apalagi, sejauh ini, wisata di sana belum didukung infrastruktur jaringan listrik yang memadai. Termasuk empat resort yang masih menggunakan genset pribadi. Itu pun dayanya sangat terbatas.

photo
Petugas mengerjakan proyek pembangunan jaringan listrik untuk melistriki Pantai G-Land Alas Purwo, Banyuwangi. (Republika/Dadang)

Manager Kontruksi PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Banyuwangi Saefuddin mengungkapkan, pihaknya tengah berusaha menyalurkan listrik ke wisata di Pantai G-Land dan Alas Purwo. Proyek yang dijalanka sejak Agustus 2019 tersebut, saat ini progres telah mencapai 70 persen. Ditargetkan proyek selesai pada akhir Oktober 2019.

"Proyek yang ada di kawasan hutan nasional ini memiliki panjang jaringan 21,7 kilometer. Selain untuk pariwisata, juga untuk menghidupi satwa yang ada di savana di Alas Purwo. Untuk nyedot air, untuk minumnya satwa," ujar Saefuddin.

Saefuddin menjelaskan proyek listrik di Alas Purwo ini akan menyediakan pasokan hingga 800 kilovolt-ampere (kVA). Terdiri dari lima trafo yang dua di antaranya berkapasitas masing-masing 250 kVA, dan sisanya memiliki kapasitas masing-masing 100 kVA. Proyek tersebut masuk ke program Listrik Desa atau yang biasa disebut Lissa.

Selain di Alas Purwo, lanjut Saefuddin, program Listrik Desa juga dijalankan di desa Sukamade, Banyuwangi. Di desa ini, jaringan listrik dibangun sepanjang 16 kilometer, dengan 4 travo berkapasitas 400 kVA. Nantinya, jaringan listrik tersebut mampu melayani sekitar 200 pelanggan.

Mengingat lokasinya yang melewati hutan, Saefuddin mengakui banyak tantangan yang dihadapi, dalam upaya melistriki kedua desa tersebut. Tantangan yang dihadapi di antaranya pepohonan lebat di sekitar pemukiman sehingga memerlukan perabasan di beberapa titik.

Kesulitan lainnya yakni dalam penanaman tiang, dikarenakan lebatnya tanaman bambu, dan tanah berpasir. "Sehingga memerlukan konstruksi khusus. Apalagi pembangunannya kan jangan sampe merusak flora dan jangan mengganggu fauna yang ada di sini," ujar Saefuddin.

Senior Manager General Affairs PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur (Jatim) A Rasyid Naja menuturkan, selaras dengan upaya pencapaian elektrifikasi 100 persen di Jawa Timur, PLN Unit Induk Distribusi jawa Timur memang miliki beberapa program percepatan. Salah satunya yakni Listrik Desa atau yang biasa disebut Lissa.

Hingga Agustus 2019, terdapat 49 titik pembangunan Lissa yang masih berjalan. Adapun rinciannya, total rencana jaringan tegangan menengah 93,36 kms, gardu 6,0 mVA, jaringan tegangan rendah 125,7 kms dan calon pelanggan sebanyak 3.981.

"Program percepatan ini merupakan upaya untuk melistriki desa-desa yang secara kondisi geografis sulit terjangkau dan membutuhkan investasi lebih besar," kata Rasyid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement