REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta jaminan keamanan bagi para petugas kesehatan yang melayani masyarakat di berbagai wilayah Papua. Terutama para petugas medis yang memberikan pelayanan kesehatan di wilayah konflik.
"Setelah kita konfirmasi sih bukan minta dievakuasi tetapi minta jaminan keamanan, karena mereka tidak mungkin meninggalkan pelayanan kan, karena banyak pasien juga," ujar Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/9).
Ia menjelaskan, saat penanganan keadaan darurat harus terpenuhi tiga unsur yakni security team, rescue team, dan paramedic. Dokter, perawat, serta petugas kesehatan lainnya termasuk tim medis yang harus mendapatkan jaminan keamanan dari aparat keamanan yakni TNI, Polri, ataupun pemerintahan sendiri.
Sehingga, lanjut Adib, tim medis bisa menjalankan tugas semaksimal dan optimal dengan aman. Sebenarnya, jaminan keamanan itu seharusnya diberikan kepada petugas medis saat memberikan pelayanan kepada masyarakat baik saat kondisi darurat maupun sehari-hari.
"Kalau tim keamanan sendiri tidak berani menjamin keamanan daripada tim medis ya saya kira enggak mau teman-teman kami yang akan semakin banyak menjadi korban," kata Adib.
Ia mengaku, pengurus IDI pusat terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan IDI Papua tentang perkembangan dokter-dokter yang bekerja di berbagai wilayah Papua. Adib mengatakan, jika jaminan keamanan itu tak diberikan maka IDI akan meminta Kementerian Kesehatan mengevakuasi tenaga medis ke daerah yang aman dari konflik.
Adib meminta pengurus IDI di Papua untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan aparat TNI/Polri setempat terkait jaminan keamanan tersebut. Sebab, prioritas utama saat ini adalah keamanan diri (save live) terlebih dahulu termasuk nyawa tenaga medis.
"Kan enggak mungkin tenaga medis kita persenjatai kita bukan dalam tupoksi itu, tetapi kita harus dilindungi supaya kita bisa menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat," tutur Adib.
Sementara itu, ia meminta proses hukum dilanjutlan dengan investigasi terhadap meninggalnya dokter Soeko Marsetyo (53 tahun) yang mengabdi di pedalaman Kabupaten Tolikara di pegunungan tengah Papua. Dokter asal Yogyakarta itu ditemukan mengalami luka-luka akibat benda tajam selepas kerusuhan besar meledak di Wamena, Jayawijaya, Papua.
Siswa-siswi SMK menggelar aksi unjuk rasa guna memprotes dugaan ucapan rasialisme yang dilontarkan salah satu guru di sana, pada Senin (23/9). Aksi itu berujung pada kerusuhan. Kantor-kantor pemerintahan, rumah-rumah warga, dan kios-kios dibakar.
Sejauh ini, belum diketahui apa yang menyebabkan dokter Soeko itu mengalami luka-luka hingga nyawanya tak tertolong. Adib meminta kasus meninggalnya dokter Soeko diusut tuntas.
"Kami minta diinvestigasi karena negara kita negara hukum, korban dan masyarakat tentu mempunyai hak hukum juga, proses untuk investigas tetap minta dilakukan untuk mengusut tuntas," tutur Adib.