Jumat 27 Sep 2019 12:39 WIB

KPK Panggil Tujuh Saksi untuk Tersangka Nurdin Basirun

KPK masih mendalami proses perizinan di Pemprov Kepri dan dugaan pemberian uang,

Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers mengenai penetapan tersangka baru pada kasus suap proyek Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat, di gedung KPK, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers mengenai penetapan tersangka baru pada kasus suap proyek Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat, di gedung KPK, Jakarta, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (27/9) memanggil tujuh saksi dalam penyidikan kasus suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) Tahun 2018/2019. Tujuh saksi tersebut dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun (NBU).

"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi untuk tersangka NBU terkait tindak pidana korupsi suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) Tahun 2018/2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Tujuh saksi, yaitu Direktur PT Surya Prima Bahtera Oentoro Surya, Direktur PT Andalan Putra Kundur Lusy, Direktur PT Servotech Indonesia Momon Hartanto, Direktur PT Turbular Services Zumilah, Direktur PT Anugerah Persada Nesa Wulanda, Direktur Utama PT Karya Sumber Daya Kasidi, dan Direktur Utama Viovio Seribu Awani Anjarrudin.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih mendalami proses perizinan di Pemprov Kepri dan dugaan pemberian uang dalam proses perizinan tersebut. Untuk diketahui, KPK pada 11 Juli 2019 telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) Tahun 2018/2019.

Sebagai penerima, yakni Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH). Nurdin juga ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi. Sedangkan sebagai pemberi, yakni Abu Bakar (ABK) dari unsur swasta.

Dalam pengembangan kasus itu, KPK pada 12 September 2019 kembali menetapkan satu tersangka, yaitu pengusaha bernama Kock Meng (KMN). Dalam konstruksi perkara terkait Kock Meng disebutkan bahwa saat ini sedang dilakukan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau. Rencana itu antara lain memuat rencana reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk melakukan reklamasi dibutuhkan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Namun karena Perda RZWP3K masih dlbahas, maka izin lokasi tersebut belum dapat diterbitkan.

Oleh karena itu, Kock Meng dan Abu Bakar akhirnya mengajukan terlebih dahulu izin prinsip pemanfaatan ruang laut pada Nurdin sebagai Gubernur Kepri.

Kemudian, Kock Meng dengan bantuan Abu Bakar mengajukan izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Batam sebanyak tiga kali, yaitu Oktober 2018 untuk rencana proyek reklamasi pembangunan resort yang bersangkutan seluas lima hektare.

Selanjutnya, April 2019 untuk rencana proyek reklamasi yang bersangkutan seluas 1,2 hektare dan Mei 2019 untuk pembangunan resort dengan luas sekitar 10,2 hektare. Peruntukan area rencana reklamasi yang diajukan Kock Meng melalui Abu Bakar seharusnya adalah untuk budidaya dan termasuk kawasan hutan lindung (hutan bakau).

Namun, hal tersebut kemudian diakal-akali agar dapat diperuntukan untuk kegiatan pariwisata dengan cara membagi wilayah dua hektare untuk budidaya dan selebihnya untuk pariwisata. Caranya dengan membangun keramba ikan di bawah restoran dan resort. Ketiga izin tersebut telah terbit dengan luas total 16,4 hektare.

Sebagai imbalan dari penerbitan izin tersebut, Kock Meng bersama-sama Abu Bakar memberikan uang pada Nurdin, Edy, dan Budi, sejumlah, yaitu pada Mei 2019 Rp45 juta dan 5.000 dolar Singapura sebagai imbalan penerbitan izin prinsip. Pada Juli 2019 sebesar 6.000 dolar Singapura untuk pengurusan data dukung syarat reklamasi.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement