REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah sempat menolak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membuka opsi tersebut. Penerbitan perppu sebagai pengganti hasil revisi UU KPK yang telah disahkan.
Jokowi menyampaikan hal tersebut setelah mendapatkan masukan dari berbagai tokoh bangsa yang hadir di Istana Merdeka, Jakarta. "Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa, utamanya Perppu," ujar Jokowi saat memberikan pernyataan persnya di Istana Merdeka, Kamis (26/9).
Kali ini, presiden berjanji mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK setelah mendapatkan aksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Dia mengatakan keputusan penerbitan Perppu itu akan segera disampaikan dalam waktu singkat.
"Akan kita kalkulasi, kita hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," tambah dia.
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga mengapresiasi aksi mahasiswa yang menggelar unjuk rasa menolak revisi undang-undang yang bermasalah, termasuk UU KPK. Gerakan mahasiswa tersebut, kata dia, merupakan bentuk demokrasi dalam menyampaikan aspirasi masyarakat.
"Masukan-masukan yang disampaikan dalam demonstrasi menjadi catatan besar dalam rangka memperbaiki yang kurang di negara kita," ujar Jokowi. Namun, ia menegaskan agar aksi yang dilakukan mahasiswa di berbagai daerah itu digelar secara damai dan tak merusak fasilitas umum.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah menegaskan tak akan mengoreksi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang telah disahkan. Ia juga menolak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Enggak ada," ujar Jokowi, Senin (23/9) kemarin.
Begitu pula Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang menegaskan Presiden tak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai pengganti hasil revisi UU KPK. Menurutnya, masyarakat yang menolak UU KPK dapat menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta agar masyarakat menghargai mekanisme konstitusional yang ada di negara hukum ini.