REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan produk legislasi DPR periode 2014-2019 hanya dibuat untuk melayani elite tertentu saja. Kesimpulan ini merujuk sejumlah Undang-undang (UU) yang cenderung berpihak pada elite ketimbang rakyat kecil.
"Beberapa rancangan undang-undang (RUU), yang disahkan DPR bersama pemerintah pada periode ini maupun periode sebelumnya menunjukkan adanya kecenderungan politik legislasi yang diabdikan untuk melayani kepentingan elite," kata Lucius saat pemaparan evaluasi kinerja DPR periode 2014-2019 di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (26/9).
Dia mencontohkan, UU yang melayani kepentingan elite adalah UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Lucius menggarisbawahi proses pembahasan UU MD3 ini. Dalam kurun waktu lima tahun saja, UU MD3 direvisi sebanyak tiga kali. Revisi pertama disahkan 5 Desember 2014, revisi kedua 12 Februari 2018, dan terakhir 16 September 2019.
Dari tiga kali revisi UU MD3, lanjut dia, intinya seragam yakni mengubah aturan soal jumlah kursi pimpinan MPR. Pada mulanya, kursi pimpinan MPR berjumlah lima, lalu bertambah menjadi delapan, dan terakhir menjadi sepuluh.
“MD3 ada 3 kali revisi, fakta itu sudah menunjukkan betapa DPR tidak bisa menunjukkan kualitas pekerjaannya karena mereka mengoreksi apa yang dibuatnya, dan yang direvisi pun semua fokus pada bagaimana membagi kursi di DPR sampai habis. Kursi nampaknya menjadi barang mainan sehingga sulit mendorong penguatan kelembagaan parlemen,” tegas Lucius.
Selain UU MD3, revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) juga disebutnya hanya melayani kepentingan elite. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pasal yang diubah dan ditambahkan, tentang pembentukan Dewan Pengawas, izin penyadapan, kewenangan SP3, status kepegawaian KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga status kelembagaan KPK menjadi bagian dari lembaga eksekutif.
"Bisa disimpulkan misi merevisi UU KPK ini bukan sekedar kebutuhan anggota DPR beserta pemerintah yang berkuasa saat iki, tetapi mimpi besar elite, anggota DPR bisa berganti tiap lima periode, tetapi partai politik penguasa masih yang itu-itu saja,” tambah Lucius.