Senin 23 Sep 2019 14:34 WIB

Air di Waduk Saguling Surut, Pembudidaya Ikan Cililin Rugi

Saat air surut perkembangan budidaya ikan hanya menghasilkan 50 persen.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Dwi Murdaningsih
Genangan air di waduk Saguling, tepatnya di Jembatan Ciminyak, Cililin, Kabupaten Bandung Barat mengalami penyurutan akibat musim kemarau. Para pembudidaya ikan terpaksa beralih profesi menjadi petani, Senin (23/9).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Genangan air di waduk Saguling, tepatnya di Jembatan Ciminyak, Cililin, Kabupaten Bandung Barat mengalami penyurutan akibat musim kemarau. Para pembudidaya ikan terpaksa beralih profesi menjadi petani, Senin (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, CILILIN- Sebagian pembudidaya ikan keramba jaring apung (KJA) di Jembatan Ciminyak, Desa Rancapanggung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat mengeluhkan kondisi surutnya air di Waduk Saguling. Sebab hal tersebut berdampak kepada produktivitas budidaya ikan yang menurun.

Salah seorang pembudidaya ikan KJA, Bagus Rendra (30) mengaku dalam kondisi air normal maka produktivitas budidaya ikan bisa mencapai 90 persen. Namun saat air surut perkembangan budidaya ikan hanya menghasilkan 50 persen.

Baca Juga

"Sekarang bibit (ikan disebar) 2 kuintal normalnya jadi 1 ton lebih, kalau surut hanya 7 kuintal. Perbedaannya lumayan," ujarnya, Senin (23/9).

Dirinya pun mengaku mengalihkan budidaya ikan di KJA dari Jembatan Ciminyak ke wilayah Bongas. Meski begitu, kondisi air di Bongas tidak mengalir sehingga dampaknya mengendap dan mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Ia pun menambahkan, hampir mayoritas pengelola rumah makan dan pembudidaya ikan di KJA mengeluh dengan kondisi saat ini. Bahkan, pemilik rumah makan terapung tidak bisa berjualan karena air surut. Padahal omzetnya saat normal bagus.

Menurutnya, air mengalami surut tiap tahun kurang lebih 15 meter dari permukaan ke dasar waduk. Namun, saat ini periode air surut tidak menentu sehingga tidak bisa diprediksi.

Katanya, air surut bisa berlangsung hingga empat sampai lima bulan. Bahkan ia mengatakan dalam satu tahun bisa terjadi dua kali surut air. Menurutnya, sebelum puasa Ramadhan sudah terjadi penyurutan air.

Salah seorang pemilik rumah makan terapung, Yanto Hermansyah (52) mengaku kemarau sudah berlangsung sejak bulan Juli dan air mulai menyurut. Saat itu katanya rumah makan masih bisa mengambang dan beroperasi secara maksimal.

Namun pada awal September, air sudah sangat surut. Akibatnya rumah makan tidak bisa beroperasi secara maksimal. Dirinya mengaku dari satu minggu hanya mendapatkan penghasilan Rp 1 juta dari rumah makan. Jumlah tersebut katanya jauh dari kondisi normal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement