Sabtu 21 Sep 2019 18:57 WIB

Air Sungai Citarum Ternyata Bisa Diminum Masyarakat Sekitar

Berkat kecanggihan teknologi air Sungai Citarum disihir menjadi bersih dan bening.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Satuan Petugas (Satgas) Citarum Harum sektor 7 menebarkan bakteri penjernih  air jenis MR 8 ke Sungai Citarum, tepatnya di wilayah Rancamanyar,  Baleendah, Senin (16/9).
Foto: republika/fauzi ridwan
Satuan Petugas (Satgas) Citarum Harum sektor 7 menebarkan bakteri penjernih air jenis MR 8 ke Sungai Citarum, tepatnya di wilayah Rancamanyar, Baleendah, Senin (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Air Sungai Citarum terkenal dengan kondisinya yang kotor. Bahkan, disebut sebagai air sungai terkotor sedunia karena warnanya yang pekat hitam, baunya menyengat karena  limbah.

Meski air di Sungai Citarum kotor karena limbah, saat ini berkat kecanggihan teknologi air tersebut mampu disihir menjadi bersih dan berwarna bening layaknya air pegunungan. Alhasil air penyulingan ini bahkan mampu langsung dikonsumsi seperti air dalam kemasan mineral.

Baca Juga

Ternyata dengan penyulingan air limbah, di Desa Sukamukti, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung air Citarum bisa dikonsumsi. Di kawasan tersebut, saat ini terdapat penyulingan dari sebuah perusahaan swasta yang memang fokus dalam penanganan limbah industri.

Menurut teknisi alat instalasi penyulingan, Atep Wapamudin, dengan adanya alat penyulingan ini maka air limbah yang kotor bisa diubah menjadi jernih dan bakterinya juga hilang. Sehingga, air tersebut bisa digunakan untuk berbagai keperluan warganya baik untuk mandi, cuci pakaian, maupun minum.

Atep menjelaskan, mesin penyulingan ini bisa menyediakan kebutuhan air bersih bagi masyarakat sekitar mencapai 50 ribu liter per hari. "Bahkan, untuk kebutuhan air minum langsung, per harinya hanya bisa menyediakan sekitar 8.000 liter," ujar Atep kepada wartawan, Sabtu (21/9).

Menurut Atep, proses awal pengolahan air adalah dari limbah disedot ke dalam tangki air. Kemudian, di dalam tangki akan ada pemisahan partikel dan polutan kecil dengan air baku. Setelah selesai air dari Sungai Citarum itu kemudian dimasukan ke alat mixing. Melalui alat ini akan ada pengendapan kotoran dengan bantuan zat kimia tertentu.

Atep mengatakan, air yang terangkat dari endapan kemudian akan menuju bak yang dialirkan ke tabung sebagai alat penyaringan partikel kecil nano mikro logam, zat garam, dan zat berbahaya lainnya. "Nah di proses terakhir ada pembunuhan bakteri e-coli, sehingga air aman untuk diminum," katanya.

Setelah mesin ini bisa berjalan, kata dia, maka pihaknya akan memberikan pelatihan kepada warga agar mereka bisa mengoperasikan mesin secara mandiri. Nantinya pihak dari perusahaan hanya akan mengontrol dan mengecek jika ada kendala ketika dioperasionalkan. "Kita hanya kontrol saja jadinya. Biar semua yang dibutuhkan warga meraka yang tahu akan didistribusikan ke mana," kata Atep.

Sementara menurut salah satu warga di Desa Sukamukti, Cucung Sumiat, selama ini warga yang ada di bantaran sungai Citarum kerap membeli air bersih karena sumber air dari sumur kurang bagus, khususnya untuk minum. Air dari sumur, sebenarnya tidak berwarna ketika diambil, tapi agak berbau. Sehingga, warga enggan mengonsumsinya karena takut diare.

Bahkan, kata dia, untuk mencuci alat masak serta pakain pun warga lebih banyak menggunakan air yang dibeli. "Air terlihat jernih tapi sebenarnya jelek. Kalau dibiarkan sehari di ember saja sudah ada endapan kuning," kata Cucung.

Ia bersama suami dan dua anaknya setiap hari, membeli air sekitar tiga liter. Untuk satu liternya dihargai Rp 3.000. Dengan adanya mesin penyulingan ini, ia berharap tidak harus membeli air luar sehingga bisa menghemat pengeluaran.

Cucung mengatakan, ia sudah sempat mencicipi air dari penyulingan untuk diminum. Dari pengecapannya, air tersebut belum benar-benar enak seperti air mineral, tapi lebih mirip air dari perusahaan PDAM. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement