Sabtu 21 Sep 2019 00:07 WIB

Meski Ditunda, RKUHP Nantinya Harus Tetap Diundangkan

KUHP yang saat ini berlaku merupakan warisan dari kolonial Belanda

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Presiden Jokowi memberikan keterangan terkait RKUHP di Istana Bogor, Jumat (20/9).
Foto: Republika/Sapto Andiko Condro
Presiden Jokowi memberikan keterangan terkait RKUHP di Istana Bogor, Jumat (20/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tetap diharapkan nantinya disahkan menjadi UU yang menggantikan KUHP saat ini. Itu disampaikan Ketua Tim Pembahasan RKUHP dari Pemerintah Muladi, lantaran KUHP yang saat ini berlaku merupakan warisan dari kolonial Belanda yang telah berumur lebih dari 100 tahun.

"Saya berpikir, pokoknya jangan sampai gagal. Ditunda boleh, tapi kalau gagal berarti tuh kita cinta pada penjajahan. Jadi masuknya KUHP Belanda ini ke Indonesia tahun 1918, itu melalui pendidikan hukum," ujar Muladi saat menggelar konferensi pers dengan wartawan di Graha Pangayoman Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (20/9).

Menurutnya, Indonesia harus mempunyai kitab undang hukum pidana yang dibuat sendiri dan bersifat keIndonesiaan. Muladi menilai, itu penting sebagai sebuah negara berdaulat mempunyai peraturan atau hukum yang merupakan hasil pemikiran dan konsensus bersama.

"Saya sudah 35 tahun mengkaji masalah ini (RKUHP). Jadi kritik yang terjadi, oleh pers, media, media sosial, dan pakar pakar tertentu, itu saya lihat kritik itu bersifat sporadis dan ad hoc. Artinya apa? Artinya tidak mendasar karena sebenarnya RKUHP ini merupakan rekodifikasi total. Bukan amandemen, bukan revisi, tapi rekodifikasi total untuk membongkar pengaruh kolonial belanda selama 100 tahun," kata Muladi.

Apalagi, Muladi mengungkap, Pemerintah dalam menyusun RKUHP mengacu pada Pancasila, UUD 1945, HAM, dan juga asas asas umum yang diakui bangsa universal.

Sehingga, mantan Menkumham ini menyebut KUHP tidak hanya merumuskan partisipasi Indonesia, tapi juga mempertimbangan prinsip-prinsip universal.

"Jadi kita tidak hanya merumuskan partisipasi Indonesia. Jadi dalam hal hal ini yang dicakup adalah pertama, adalah filosofisnya, kedua adalah kriminalisasi nya perbuatan-perbuatan pidana dan yang ketiga adalah sistem pertanggungjawaban pidana dan kita juga mengatur tentang korporasi," kata Muladi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement