REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor riset LIPI Siti Zuhro menilai publik akan tetap bersikap resistensi terhadap UU KPK yang baru saja disahkan DPR, selama undang-undang tersebut masih kontroversial. "Selama DPR dan Pemerintah memaksakan pemberlakuan UU KPK yang dianggap kontroversial, selama itu pula resistensi publik akan terus muncul," kata Siti Zuhro saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (17/9).
Resistensi itu karena publik menilai undang-undang yang baru disahkan DPR itu akan melumpuhkan KPK dan membuat institusi anti rasuah tersebut menjadi disfungsi. Jika undang-undang tersebut ternyata memang membuat KPK lumpuh atau disfungsi, maka publik kata dia harus bersinergi untuk menolak UU KPK
"Publik harus bersikap kritis terhadap substansi undang-undang yang mengancam kepentingan nasional dan atau merugikan negara," katanya.
Kemudian, cara-cara menolak keberadaan atau membatalkan undang-undang tentunya juga harus sesuai dengan aturan dan konstitusi, salah satunya dengan uji materi di Mahkamah Konstitusi. "Judicial review bisa menjadi pintu masuk untuk membatalkan UU KPK," ujarnya.
Pada Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I periode 2019-2020, legislatif menyetujui hasil revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk disahkan menjadi undang-undang.