Selasa 17 Sep 2019 20:13 WIB

KPK Disebut Berpotensi Jadi Perpanjangan Tangan Presiden

Status lembaga eksekutif dikhawatirkan membuat KPK tunduk pada atasannya, presiden.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Tolak Revisi UU KPK. Peserta aksi dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menggelar unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Tolak Revisi UU KPK. Peserta aksi dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menggelar unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ahli hukum pidana dan pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Gandjar Laksamana Bonaprapta, khawatir jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi sekadar perpanjangan tangan Presiden. Hal ini disebabkan perubahan status kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari lembaga negara di luar pemerintah menjadi lembaga eksekutif.

Perubahan itu ada dalam revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang disahkan DPR bersama pemerintah, Selasa (17/9) siang. Meskipun KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap bersifat independen, Gandjar khawatir, penyidik KPK bakal tunduk pada atasannya yakni presiden.

Baca Juga

"Yang terjadi selama ini independen itu cuma judul. Semua penyidik independen, penyidik kepolisian, kejaksaan. Masalahnya si penyidik punya atasan, apakah dia bisa memisahkan pada saat menjalankan fungsi penyidikan dia tidak tunduk pada atasan?" ujar Gandjar di Kampus FHUI, Depok, Jawa Barat, Selasa. 

Selama ini, Gandjar mengatakan, proses gelar perkara di KPK selalu terjadi secara egaliter. Proses itu melibatkan komisioner KPK, penyidik, dan direktur, yang bisa saling adu argumen tanpa takut bakal dinilai tak tunduk pada atasan.

Jika status kelembagaan KPK berubah, dia tidak yakin hal serupa masih akan terjadi. Perubahan KPK menjadi bagian dari lembaga eksekutif, menurutnya, KPK tidak lain menjadi perpanjangan tangan Presiden.

"Yang kita khawatirkan apa, betul-betul ini lembaga nanti jadi perpanjangan tangan Presiden, yang kita khawatirkan apa, (Presiden) pilih-pilih kasus. Iya kalau pilih-pilihnya dengan skala prioritas yang perlu dan teruji, tapi kalau pilih-pilihnya berdasarkan kepentingan politik itu bagaiamana?," tegasnya. 

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi UU KPK rapat paripurna pada Selasa. Salah satu poin revisi yakni kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif, tetapi tetap melaksanakan tugas dan kewenangan secara independen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement