Selasa 17 Sep 2019 17:33 WIB

Menkumham: Penyadapan Izin Dewas Hindari Abuse of Power

Izin diperlukan untuk mengedepankan hak asasi manusia terkait privasi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I periode 2019-2020, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I periode 2019-2020, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menjelaskan, alasan pemerintah sepakat dengan mekanisme penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu izin dewan pengawas. Ia mengatakan, izin ini guna menghindari penyalahgunaan wewenang atau abuse of power

Ia mengatakan, izin diperlukan untuk mengedepankan hak asasi manusia terkait privasi. "Penyadapan harus diatur dalam undang-undang, di sini kita atur. Kewenangan penyadapan kita atur supaya baik dan tidak ada penyalahguanaan abuse of power," ujar Yasonna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/9).

Baca Juga

Kendati demikian, Yasonna memastikan izin tersebut tak akan mengganggu proses penyidikan KPK. Sebaliknya, ia yakin, pengaturan itu justru semakin mempermudah KPK, karena penyadapan boleh dilakukan selama proses penyelidikan.

"Memang di negara-negara lain penyadapan untuk menguatkan bukti, baru dimulai sesudah penyidikan. Kita tidak, dalam penyelidikan (KPK) juga kita kasih kesempatan, tapi harus ada izin," ujar Yasonna.

KPK diizinkan untuk melakukan penyadapan saat proses penyelidikan. Namun, dalam pasal 12B disebutkan penyadapan dapat dilaksanakan setelah mendapat izin tertulis dari dewan pengawas.

Izin itu harus diberikan dewan pengawas paling lambat 1x24 jam. Sedangkan penyadapan dapat dilakukan selama enam bulan dan dapat diperpanjang. 

Yasonna juga menjelaskan, dewan pengawas juga dipastikan berada dalam internal KPK, meski lembaga tersebut berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Hal itu dilakukan agar dalam melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sesuai dengan undang-undang dan dalam pelaksanannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

"Sudah dibilang, itu KPK kan lembaga dalam rumpun eksekutif, tapi dalam melakukan tugas dan wewenangnya adalah independen," ujar Yasonna.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Pengesahan Rapat Paripurna DPR ke-9 RI Masa Persidangan I periode 2019-2020.

Salah satu poin yang disepakati terkait penyadapan. Dalam revisi, penyadapan dalam proses penyelidikan KPK, terlebih dahulu harus izin kepada Dewan Pengawas yang telah ditunjuk oleh Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement