Selasa 17 Sep 2019 17:28 WIB

Pakar: UU KPK Wajar Direvisi karena Masih Ada Kelemahan

UU KPK harus mendorong penguatan KPK serta kepolisian dan kejaksaan.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Peserta aksi dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menggelar unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
[Ilustrasi] Peserta aksi dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menggelar unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hal yang wajar. Dia berpendapat kalau UU KPK bukan kitab suci yang pasti benar.

"UU KPK ada kelemahan, maka perlu ada hal yang diperbaiki. Artinya, perubahan itu sesuatu hal yang wajar,” kata Asep Warlan di Jakarta, Selasa (17/9).

Baca Juga

Namun, dia menekankan jika perubahan UU KPK harus mendorong pada penguatan lembaga antirasuah terssebut. Termasuk, ia mengatakan, penguatan instansi kepolisian dan kejaksaan. 

"Sehingga, tidak terkesan hanya memperkuat KPK saja, tetapi justru melemahkan kepolisian dan kejaksaan," katanya.

Menurutnya, keberadaan KPK dulu hanya bersifat sementara lantaran minimnya kepèrcayaan publik terhadap kepolisian dan kejaksaan. Karena itu, dia mengatakan, penguatan KPK bukan berarti melemahkan yang lain, melainkan harus bersinergi dengan penguatan kepolisian dan kejaksaan.

Asep memiliki catatan poin apa saja yang perlu diperbaiki dalam UU KPK. Pertama, pengisian KPK jangan melibatkan DPR, tetapi cukup pada presiden saja. Sebab, dia mengatakan, pelibatan DPR tidak selalu bisa dikatakan aspirasi rakyat.

"Malah menjadi masalah pemilihan Pimpinan KPK oleh DPR. Jadi, Prasiden kalau perlu membuat tim seleksi yang kredibel, punya repusitas yang mengisi itu untuk membantu presiden," katanya.

Ia mengatakan, UU KPK sebaiknya mengatur maintanance barang sitaan. Sebab, belum ada pengaturan yang jelas mengenai barang sitaan, termasuk berapa banyak yang dikembalikan ke negara dan mekanismenya.

“Jangan sampai itu mentok di KPK, tidak banyak dipedulikan,” katanya.

Asep mengatakan, KPK perlu fokus pengembalian kerugian negara. Untuk itu, KPK tidak perlu menangani kasus-kasus yang masih bisa diselesaikan oleh kepolisian dan kejaksaan. Ia menyatakan, ketegasan itu harus ada dalam UU KPK.

Dia mengatakan, KPK dan lembaga lainnya juga jangan sampai berebut kasus. Menurutnya, harus ada kepastian mana yang harus ditangani KPK, kepolisian atau kejaksaan. 

"Jangan berebut kasus, kalau kasus kecil saling berebut. Kalau kasusnya berat, saling melempar. Kasus tidak seksi, kasus tidak menguntungkan lembaganya, tidak membangun citra saling melemparkan, tapi kalau ini bisa membangun citra ini berebut banget," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement