Selasa 17 Sep 2019 16:18 WIB

Istana tak Keberatan Masyarakat Ajukan Uji Materi UU KPK

Moeldoko minta mayarakat mellihat proses politik dalam UU KPK dengan jernih.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ratna Puspita
Moeldoko
Foto: Reuters/Beawiharta
Moeldoko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana Kepresidenan tak mempermasalahkan jika ada koalisi masyarakat sipil yang ingin mengajukan uji materi atas pengesahan revisi Undang-Undang (UU) nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan uji materi merupakan hak publik dan pemerintah tidak ada wewenang membatasinya.

"Tapi yang paling penting, proses politik harus dilihat secara jernih supaya masyarakat tidak salah dalam melihat. Kalau nanti salah melihat, dari kacamata yang berbeda maka yang disalahkan hanya presiden, hanya pemerintah, ini nggak fair," kata  Kepala Staf Presiden Moeldoko di kantornya, Selasa (17/9). 

Baca Juga

DPR memang bekerja kilat dalam merevisi UU KPK ini. Hanya dua kali melakukan pembahasan di panitia kerja dan rapat kerja, DPR resmi mengetok palu mengesahkan RUU KPK menjadi UU pada rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020, Selasa (17/9).

Namun, Moeldoko menilai DPR telah melakukan proses panjang dalam mengamandemen UU KPK.  "Ya saya pikir ini udah final, ya, apa yang dihasilkan oleh DPR dalam sebuah proses panjang untuk melakukan revisi UU KPK. Jadi walau apa itu, kritik dan masukan dan seterusnya pada akhirnya revisi sekarang ini sudah selesai," jelas Moeldoko.

Sebagai produk hukum parlemen, Moeldoko pun meminta masyarakat Indonesia ikut mengawal berjalannya undang-undang ini ke depan. Terpenting, ujarnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menurunkan komitmennya dalam mendukung KPK memberantas korupsi. 

"Jangan ada pandangan-pandangan yang mikir, pak Jokowi sekarang berubah, tidak komitmen, tidak," katanya. 

Moeldoko pun mengingatkan UU KPK sudah berusia 17 tahun sejak pertama kali disahkan pada 2002 silam. Dalam berjalannya aturan ini, Moeldoko menyebut ada banyak masukan dari pemerintah, DPR, dan dari berbagai lapisan masyarakat.

DPR pun menampung seluruh masukan tersebut dan menghasilkan revisi UU KPK seperti saat ini. "Setelah RUU dilempar ke pemerintah berbagai perbaikan yang diinginkan, feedback dari pemerintah, pemerintah melakukan berbagai masukan. Kalau pemerintah tidak berkomitmen mungkin tidak banyak koreksi," jelas Moeldoko.  

Sebelum disahkan, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyampaikan laporannya. Dalam laporannya, Supratman mengatakan berdasarkan pembicaraan di tingkat pertama tujuh fraksi menyepakati secara bulat revisi UU KPK tersebut.

Sementara dua fraksi, yaitu PKS dan Gerindra, sepakat dengan revisi UU KPK, hanya saja dengan sejumlah catatan. Satu fraksi, yaitu Partai Demokrat, belum bersikap lantaran masih harus berkonsultasi terlebih dahulu.

Semalam, secara mengejutkan DPR menggelar rapat kerja badan legislasi dengan agenda pengambilan keputusan di tingkat pertama. Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah yang diwakili Menkumham Yassona H Laoly, dan Menpan RB Syafruddin sepakat untuk membawa RUU KPK ke paripurna yang digelar hari ini.

Pada awal sidang, Fahri mengatakan rapat paripurna kali ini dihadiri oleh 289 anggota. Namun berdasarkan pantauan Republika.co.id di ruang sidang, rapat paripurna hanya dihadiri 80 anggota.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement