Senin 16 Sep 2019 17:23 WIB

IHW akan Ajukan Judicial Review Soal Impor Daging Halal

Permendag Nomor 29/2019 dinilai menabrak aturan.

Rep: Kiki Sakinah/ Ali Yusuf/ Red: Karta Raharja Ucu
Daging halal (ilustrasi)
Foto: AP/Michel Euler
Daging halal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, sangat menyesalkan dengan terbitnya Permendag Nomor 29 Tahun 2019. Menurutnya, peraturan itu secara norma tidak layak diundangkan. Karenanya IHW akan mengajukan

Selain itu, Permendag itu juga dinilai menabrak peraturan yang sederajat seperti Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 34 Tahun 2016, yang mengatur tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan atau Olahannya ke dalam Wilayah NKRI. "IHW akan mengambil langkah hukum dengan mengajukan Judicial Review atas Permen tersebut ke Mahkamah Agung (MA)," kata Ikhsan, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Sabtu (14/9) malam.

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan. Aturan tersebut merevisi Permendag 59 Tahun 2016. Dalam peraturan yang baru, impor produk hewan tidak lagi diwajibkan mencantumkan label halal.

Ia menilai Permendag yang diterbitkan pemerintah pada 24 April 2019 itu menabrak Undang-undang No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Pasal 4 UU No 33 Tahun 2014 menyatakan tentang kewajiban bersertifikasi halal bagi produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di seluruh Indonesia.

Dengan dikeluarkannya Permendag 29/2019, menurutnya, itu berarti tidak ada lagi kewajiban melakukan sertifikasi halal bagi negara pengekspor daging unggas dan daging merah ke Indonesia. Padahal, selama ini hal itu dijalankan sangat ketat dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.

Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundangan-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, politik perdagangan yang dijalankan Indonesia selama ini sudah tepat, karena Permendag No 56 di dalamnya juga mengatur persyaratan halal bagi daging impor. Karena itu, Ikhsan menilai bahwa Permendag itu merupakan bentuk kepatuhan berlebihan dari Kemendag terhadap Putusan Panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Jadi kita harus menjelaskan kepada WTO dan negara Brasil tentang budaya dan bangsa Indonesia yang sangat religius, dan memakan daging yang halal adalah syarat yang wajib," ujarnya.

Beleid Nomor 29 Tahun 2019 itu diundangkan melalui Berita Negara RI Tahun 2019 Nomor 460, yang diterbitkan dalam rangka menjawab tuntutan ketentuan WTO menyusul kekalahan Indonesia dari keputusan panel Sengketa Perdagangan Nomor DS 484 pada tanggal 22 November 2017 lalu. Seperti diketahui, Indonesia mengalami kekalahan dalam Sengketa Perdagangan Nomor DS 484 dengan Brasil perihal perdagangan daging unggas dalam kasus sengketa pengenaan sertifikasi halal terhadap produk daging hewan unggas/ayam potong dari Brasil. Dengan demikian, tidak ada kewajiban negara pengekspor daging unggas ke Indonesia harus melakukan sertifikasi halal sebagai prasyarat diterimanya barang impor tersebut.

Namun begitu, Ikhsan menilai menjalankan keputusan WTO seperti demikian akan memicu masalah. Karena itu ia menekankan agar pemerintah melakukan perundingan dengan negara pengimpor, terutama Brasil.

Selain menabrak UU JPH, Ikhsan mengatakan putusan WTO tersebut berpotensi melanggar hak-hak konsumen Muslim. Apabila diterapkan secara utuh, menurutnya, warga negara Indonesia terutama Muslim tidak akan mendapatkan perlindungan negara untuk mendapatkan daging impor baik daging unggas maupun daging merah.

Meski yang dipersoalkan adalah produk daging ayam atau unggal dalam sengketa dengan Brasil itu, akan tetapi Permendag 29/2019 tentunya berimplikasi hukum bagi semua produk hewan dan turunannya. Selain itu, Permendag 29/2019 itu dinilai berpotensi membuka pintu bagi semua produsen atau eksportir daging untuk diperlakukan sama seperti Brasil yang meminta penghapusan persyaratan label halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement