Ahad 15 Sep 2019 18:19 WIB

Peneliti: Kewenangan Khusus KPK Dilucuti Lewat Revisi UU

KPK ke depannya tidak akan jauh berbeda dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Pegawai KPK saat menabur bunga ke keranda mayat di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pegawai KPK saat menabur bunga ke keranda mayat di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti bidang hukum lembaga The Indonesian Institute, Muhammad Aulia Y Guzasiah mengingatkan semangat kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah untuk menjadi pemicu bagi lembaga penegak hukum lain. Aulia menilai, revisi UU KPK saat ini sebagai upaya melucuti kewenangan khusus KPK.

"Sebagai anak kandung langsung dari reformasi, KPK dibentuk memang dengan semangat seperti itu. Hadir untuk men-trigger lembaga-lembaga penegakan hukum yang ada, agar segera berbenah," ujar Aulia dihubungi di Jakarta, Ahad (15/9).

Baca Juga

Oleh karena itu, kata dia, kewenangannya dibuat khusus sedemikian rupa dan jauh berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya. Namun, saat ini terdapat upaya untuk melucuti kewenangan-kewenangan khusus KPK yang sebagaimana dijelaskan dalam revisi UU KPK.

"Hal ini tentu merupakan suatu pelemahan. Jika sudah demikian, KPK tidak akan jauh berbeda lagi dengan lembaga-lembaga lainnya. Tentunya, rakyat akan kembali kehilangan kepercayaan dan harapan akan pemerintahan yang bersih jauh dari korupsi," ujar dia.

Oleh karena itu, dia menegaskan yang sebenarnya diperjuangkan masyarakat sipil saat ini adalah KPK sebagai institusi dengan segala kewenangannya. Di sisi lain, faktor manusia yang nantinya memimpin KPK bukan berarti dikesampingkan. Justru karena KPK dibentuk untuk tugas yang khusus dan dengan kewenangan yang khusus, masyarakat perlu memastikan pimpinan benar-benar diisi oleh orang yang tepat.

"Agar ke depan KPK tidak dijadikan alat untuk melakukan penyelewengan kekuasaan," kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah memberikan penjelasan soal poin-poin keberatan terhadap rencana revisi UU KPK yang dinisiasi oleh DPR. Pada prinsipnya, ujar Presiden, UU KPK telah berusia 17 tahun dan memerlukan sejumlah penyempurnaan secara terbatas.

"Kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dalam pemberantasan korupsi. Saya telah memberikan arahan kepada Menkumham dan MenPANRB agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait substansi di RUU KPK yang diinisiatifi oleh DPR," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9).

Ada empat poin yang ditentang oleh Presiden Jokowi dalam revisi UU KPK yang diajukan DPR. "Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR dalam RUU KPK yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK," katanya.

Poin pertama, Jokowi tidak setuju bila KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan, seperti izin ke pengadilan. Jokowi memandang KPK cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

Poin kedua, Jokowi tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Menurutnya, penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN, dari pegawai KPK maupun instansi lainnya. Asalkan, ujarnya, harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

Poin ketiga, Jokowi tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntututan. Presiden melihat sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik dan tidak perlu diubah lagi.

Poin keempat, Jokowi tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. "Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement