Jumat 13 Sep 2019 14:59 WIB

Respons Jokowi, Gerindra Tolak Revisi UU KPK

Supres dinilai tak sesuai dengan ekspektasi Gerindra.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di DPR RI, Jakarta, Rabu (23/1).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di DPR RI, Jakarta, Rabu (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Gerindra mendadak menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Gerindra menolak revisi UU KPK setelah ada masukan dari Presiden RI Joko Widodo.

Ketua Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Gerindra bersikap tidak sepakat setelah adanya surpres dari Jokowi. Masukan dalam surpres tersebut tak sesuai dengan ekspektasi Gerindra. Gerindra menyoroti adanya poin pasal-pasal yang cenderung bisa melemahkan KPK.

Baca Juga

"Maka kami saat ini dengan serius sedang mempertimbangkan untuk menolak, dalam kajiannya kita akan mempertimbangkan menolak. Kalau seandainya dalam pembahasa itu tetap dipaksakan," kata Dasco di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Jumat (13/9).

Salah satu yang menjadi keberatan Gerindra adalah pasal 37A terkait dewan pengawas. Jokowi dalam supresnya meminta agar Dewan Pengawas KPK dipilih oleh Presiden. Maka itu, Gerindra akan melakukan pembahasan lebih lanjut di rapat Badan Legislasi, Jumat ini.

"Ini kita nanti dalam pembahasan kita pasti kita akan bahas di baleg. Tentunya di situ kan ada fraksi lain, tapi dari awal kami sudah warning kalau ini kemudian tetap dilanjutkan nah kita akan pertimbangkan serius untuk menolak," ujar dia.

photo
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Badan Legislasi dan DPR RI resmi membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Kamis (12/9). Presiden RI Joko Widodo setuju revisi dengan catatan dewan pengawas harus diangkat presiden.

Menkumham Yasonna Laoly selaku perwakilan pemerintah membacakan pandangan presiden terkait revisi UU tersebut. "Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (12/9).

Yasonna melanjutkan, untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi.

Pemerintah, kata Yasonna juga membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement