REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo memberikan tiga poin masukan terkait revisi UU KPK. Jokowi mengutus Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membahas tiga masukan itu pada rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Kamis (12/9) malam.
"Pemerintah sependapat dengan DPR-RI untuk membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Yasonna dalam rapat.
Poin pertama, yakni terkait dewan pengawas. Jokowi meminta pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas menjadi kewenangan Presiden.
Pemerintah beralasan, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya. Namun, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi dan membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan rekam jejak calon anggota pengawas.
Poin kedua, yakni keberadaan penyelidik dan penyidik independen KPK. Pemerintah menilai perlu membuka ruang dan mengakomodasi penyelidik dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi berstatus sebagai pegawai ASN.
Dalam RUU ini, pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup selama dua tahun untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara. Pengalihan dengan tetap memperhatikan standar kompetensi, yakni harus telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Poin ketiga terkait penyebutan KPK sebagai lembaga negara. Putusan MK nomor 36/PUU-XV/2017 menyebutkan bahwa KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau independen di ranah eksekutif. KPK melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yäkni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Pemerintah menganggap KPK sebagai lembaga negara di ranah ekseskutif yang dalam pelaksanaan tugas dan bebas dari pengaruh. Selain itu, wewenangnya bersifat independen kekuasaan manapun.
Pemerintah juga menyampaikan beberapa usulan perubahan substansi. Misalnya, yang berkaitan dengan koordinasi penuntutan, penyebutan istilah atau terminolog lembaga penegak hukum, pengambilan sumpah dan janji Ketua dan Anggota Dewan Pengawas, dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
"Kendati demikian, Pemerintah bersedia dan terbuka untuk melakukan pembahasan secara lebih mendalam terhadap seluruh materi muatan dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini," kata Yasonna.
Berdasarkan materi muatan tersebut, dilakukan perubahan atas Pasal 1, Pasal 3. Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 19 Pasal 21, Pasal 24 Pasal 46, dan Pasal 47. Selain dilakukan perubahan atas pasal-pasal yang ada, dilaku kan juga penghapusan atas pasal-pasal yang ada, yaitu: Pasal 14, Pasal 22, dan Pasal 23. Selanjutnya juga ditambahkan pasal- pasal baru, yaiu: Pasal 10A, Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal Pasal 37A Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, Pasal 37G, Pasa 43A, Pasal 45A, Pasal 47A, Pasal 69A, Pasal 70A, Pasal 70B dan Pasal 70C
Baleg akan membentuk panita kerja (panja) terkait RUU KPK. Setiap fraksi di DPR RI segera mengirimkan nama anggotanya yang akan masuk ke dalam panja tersebut.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pembahasan selanjutnya bisa dilakukan setiap saat dan langsung berkomunikasi dengan pemerintah mengingat masa bakti DPR periode 2014-2019 yang akan segera berakhir.
“Pembahasan selanjutnya karena waktu sangat mepet, kita bisa setiap saat langsung berkomunniksai dengan pemerintah. Dalam waktu tidak terlalu lama mungkin kita bisa segera selesaikan. Pengambilan keputusan kita sesuaikan dengan jadwal,” kata Supratman.