Kamis 12 Sep 2019 22:31 WIB

Revisi UU KPK, Ini Sikap Jokowi Terkait Dewan Pengawas KPK

Pembentuk dewan pengawas KPK merupakan kewenangan presiden.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Menkumham Yasonna Laoly
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menkumham Yasonna Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju dengan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Jokowi memberikan sejumlah catatan dalam revisi UU tersebut, salah satunya terkait pembentukan dewan pengawas KPK.

Dalam pandangan presiden terkait revisi UU KPK, yang dibacakan Menkumham Yasonna Laoly, kewenangan pembentukan dewan pengawas KPK merupakan kewenangan presiden. "Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (12/9).

Baca Juga

Yasonna melanjutkan, untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi. Pemerintah, kata Yasonna juga membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan rekam jejak calon anggota pengawas mengenai.

Selain poin dewan pengawas, presiden juga menambahkan dua poin lagi. Poin tersebut yakni terkait keberadaan penyelidik dan penyidik independen KPK. Presiden berpandangan, perlu membuka ruang dan mengakomodas penyelidik dan penyidik KPK berstatus sebagai pegawal Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Dalam RUU ini pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama 2 tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara, dengan tetap memperhatikan standar kompetensi mereka," ujar Yasonna.

Kompetensi yang dimaksud yakni harus telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Poin ketiga yang menjadi catatan Jokowi yakni Penyebutan KPK sebagai lembaga negara.

Presiden menekankan, KPK merupakan lembaga independen yang merupakan lembaga di ranah eksekutif, karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

"Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara sebagai state auxiliary agency atau lembaga negara di dalam ranah ekseskutif yang dalam pelaksanaan tugas dan bebas dari pengaruh dan wewenangnya bersifat independen kekuasaan manapun," kata Yasonna membacakan poin Jokowi.

Yasonna menambahkan, Pemerintah juga mengajukan usulan perubahan substansi yang berkaitan dengan koordinasi penuntutan, penyebutan istilah atau terminolog lembaga penegak hukum, pengambilan sumpah dan janji Ketua dan Anggota Dewan Pengawas, dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.

"Namun demikian, Pemerintah bersedia dan terbuka untuk melakukan pembahasan secara lebih mendalam terhadap seluruh materi muatan dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini," kata Yasonna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement