Rabu 11 Sep 2019 08:57 WIB

Mantan Dirut Petral Jadi Tersangka Korupsi

Bambang diduga menerima lebih dari Rp 40 miliar terkait pengadaan migas.

Petral
Petral

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan direktur utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) Bambang Irianto sebagai tersangka kasus suap terkait dengan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service Pte Ltd. Bambang diduga menerima hadiah atau janji terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero).

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Bambang diduga menerima suap sekurangnya 2,9 juta dolar AS atau setara Rp 40.729.775.000 sesuai nilai tukar saat ini. Penerimaan tersebut terjadi dalam rentang 2010 hingga 2013 melalui rekening perusahaan Siam Group Holding yang berkedudukan hukum di British Virgin Island.

"Bahwa pada periode tahun 2010 sampai dengan 2013, tersangka BTO (Bambang) melalui rekening perusahaan Siam diduga telah menerima uang sekurang-kurangnya 2,9 juta dolar AS atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES/PT Petramina di Singapura dan pengiriman kargo," kata Syarif di gedung KPK Jakarta, Selasa (10/9).

Syarif menjelaskan, penyelidikan suap mafia migas ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menyatakan perang terhadap praktik mafia migas hingga membubarkan Petral pada Mei 2015. Pembubaran itu diyakini karena terdapat praktik mafia migas dalam perdagangan minyak yang ditugaskan pada anak perusahaan Pertamina, termasuk Petral dan PES.

"Secara paralel, sebagai bentuk concern dan dukungan KPK terhadap prioritas memerangi mafia migas, maka KPK melakukan penelusuran lebih lanjut dan dalam perkara ini ditemukan bahwa kegiatan sesungguhnya dilakukan oleh PES, sedangkan Petral diposisikan sebagai semacam paper company. Sehingga, KPK fokus mengungkap penyimpangan yang terjadi di PES tersebut," kata dia.

KPK, kata dia, telah mengonfirmasi sejumlah temuan dugaan praktik mafia migas tersebut. Bahkan, dalam perkara ini ditemukan bagaimana alur suap yang dilakukan lintas negara dan menggunakan perusahaan “cangkang” di yurisdiksi asing yang masuk dalam kategori tax haven countries.

Awalnya, dengan target menciptakan Ketahanan Nasional di bidang energi, Pertamina membentuk Fungsi integrated supply chain (ISC). Fungsi ini bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar-menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.

Pertamina kemudian mendirikan beberapa perusahaan subsidiari yang dimiliki dan dikendalikan penuh, yakni Petral yang berkedudukan hukum di Hong Kong dan PES yang berkedudukan hukum di Singapura. Petral tidak punya kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif, sedangkan PES menjalankan kegiatan bisnis utama, yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan bahan bakar minyak secara nasional.

"Kami sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor migas. Pasalnya, sektor energi ini merupakan sektor yang krusial bagi Indonesia," ujar Syarif.

Menurut Syarif, KPK telah melakukan penyelidikan dengan sangat hati-hati dan cermat. Sebanyak 53 orang telah diperiksa sebagai saksi. "Dan dipelajari dokumen dari berbagai instansi serta koordinasi dengan beberapa otoritas di lintas negara," kata dia.

photo
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M.Syarif menyampaikan keterangan pers terkait penetapan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9).

Penerimaan

Suap bermula saat Bambang diangkat menjadi vice president (VP) Marketing PES pada 6 Mei 2009. Pada 2008, Bambang bertemu dengan perwakilan Kernel Oil PTE LTD (Kernel Oil). Perusahaan itu merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.

"Pada saat tersangka Bambang menjabat sebagai vice president marketing, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina yang dapat diikuti oleh national oil company, major oil company, refinery, maupun trader," kata Syarif.

Pada periode 2009 sampai Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina. Saat itu, Bambang membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan. Sebagai imbalannya, diduga Bambang menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri.

"Untuk menampung penerimaan tersebut, maka Bambang mendirikan SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island," kata Syarif.

Selanjutnya, pada 2012, sesuai arahan Presiden, PT Pertamina melakukan peningkatan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber utama. Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PES seharusnya yang masuk dalam daftar mitra usaha terseleksi (DMUT) PES, termasuk national oil company (NOC). Namun, tidak semua perusahaan yang terdaftar pada DMUT PES diundang mengikuti tender di PES.

Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender. NOC menjadi yang sering diundang mengikuti tender. Namun, yang menjadi pengirim kargo adalah Emirates National Oil Company (ENOC). Diduga, ENOC merupakan “perusahaan bendera” yang digunakan perwakilan Kernel Oil. KPK juga menduga NOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan.

"Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah (termasuk) pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina," kata Syarif. n dian fath risalah, ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement