Selasa 10 Sep 2019 23:32 WIB

Pakar: Revisi UU KPK Diperlukan Asal Transparan

Pakar hukum menilai revisi perlu dilakukan untuk membenahi KPK.

Dr Chairul Huda SH MH (Dosen UMJ & Pakar Hukum Pidana & Korupsi)
Foto: Dok: UMJ
Dr Chairul Huda SH MH (Dosen UMJ & Pakar Hukum Pidana & Korupsi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana, Chairul Huda mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK diperlukan. Namun, ia mengingatkan harus ada transparasi dalam melakukan pembahasan terhadap revisi UU KPK.

"KPK perlu ada yang dibenahi, jangan KPK itu seperti lembaga tinggi negara. Sehingga perlu ada hal-hal yang diatur ulang supaya semua bisa dipertanggungjawabkan," katanya, Selasa (10/9).

Baca Juga

Huda menilai, sejauh ini KPK seperti lembaga tertinggi negara, menentukan segala sesuatu. Bahkan, untuk urusan menteri saja KPK pun ikut menentukan. Ia menilai, yang terpenting harus ada transparansi dalam melakukan pembahasan terhadap revisi UU KPK, jangan sampai ada yang menunggangi atau kepentingan koruptor untuk melakukan perlawanan balik.

"Harus jelas siapa konseptornya, apa target yang mau dicapai dalam revisi UU KPK, apa alasan mesti diubah, dan seperti apa perubahannya, ini semua harus transparan," ujarnya.

"Kalau perubahan pembahasan secara diam-diam, kan menimbulkan prasangka. Makanya mesti transparan. Alasan bagi yang pro apa, alasan bagi kontra apa. Itu yang harus kita bicara di ruang publik," jelasnya.

Huda menjelaskan, KPK memiliki banyak kewenangan, maka perubahan terhadap poin UU KPK pun harus jelas. Salah satu yang disorotinyua adalah terkait penyadapan yang dilakukan KPK.

Menurutnya, penyadapan itu bagian dari penyelidikan dan penyidikan sehingga pengawasannya melalui peradilan sistem pidana. "Nah, masalah penyadapan itu bukan soal pengawasan tapi hukum acara. Hukum acaranya ada tidak tentang penyadapan ini? Enggak ada. Jadi disini perlu revisi UU KPK tentang hukum acara bagaimana menyadap," jelasnya.

Karena, kata dia, KPK selalu berpedoman kepada KUHAP ketika menangkap dan menahan para koruptor. Akan tetapi, dalam hal penyadapan ini yang jadi pertanyaan hukum apa yang dipakai oleh KPK. Sebab, KUHAP tidak mengatur hal tersebut.

"Jadi, urusan penyadapan ini perlu diatur ulang seperti apa sebaiknya hukum acaranya, supaya akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Ini kan tidak pernah bisa dipertanggungjawbakan akuntabilitas KPK menyadap, makanya bisa disalahgunakan," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement