Senin 09 Sep 2019 18:45 WIB

UII Tolak Revisi UU KPK

Sejumlah karangan bunga duka cita diletakkan di halaman Fakultas Hukum UII.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Pernyataan sikap menolak usulan revisi UU KPK dari civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) di Hall Fakultas Hukum UII,  Senin (9/9).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Pernyataan sikap menolak usulan revisi UU KPK dari civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) di Hall Fakultas Hukum UII, Senin (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Seluruh civitas akademi Universitas Islam Indonesia (UII) menyuarakan penolakan atas usulan DPR merevisi UU KPK. Usai nyatakan sikap, penolakan akan disampaikan ke DPR dan Presiden RI.

Sejumlah karangan bunga duka cita diletakkan di halaman Fakultas Hukum UII. Sebagian besar, berisi ungkapan duka cita atas usulan revisi UU KPK dan pemufakatan jahat yang ditujukan kepada KPK.

Ketika masuk, selembar kain putih panjang terpampang di Hall FH UII, Senin (9/9) siang. Selain tangga parkir motor yang ada di basemen, lokasi itu sendiri merupakan satu-satunya jalan masuk ke FH UII.

Sepanjang siang, satu demi satu elemen UII membubuhkan tanda tangan bentuk dukungan untuk menolak usulan revisi UU KPK. Tiap mahasiswa, dosen sampai pegawai-pegawai bergantian membubuhkan tanda tangan.

Banner berukuran 3x4 meter turut dipasang tepat di belakang meja-meja. Isinya, tulisan 'Save KPK, Selamatkan KPK dari Upaya Pelemahan Tugas dan Fungsi KPK untuk Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia.'

Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan, menempatkan KPK sebagai bagian kekuatan eksekutif berpotensi menjadikannya lembaga subordinat pemerintah. Artinya, tidak lagi independen.

"Karena dapat disetir sesuai kehendak rezim yang berkuasa," kata Fathul, yang didampingi dosen-dosen, alumni-alumni dan mahasiswa-mahasiswa UII, Senin (9/9).

Lalu, pembentukan dewan pengawas akan mengganggu independensi KPK dan potensial menimbulkan matahari kembar di KPK. Dewan pengawas dengan kewenangan besar justru akan menghambat kinerja KPK.

Padahal, lanjut Fathul, KPK dituntut melakukan langkah-langkah yang cepat, tepat dan cermat dalam pemberantasan korupsi. Kewenangan penyadapan yang harus seizin dewan pengawas menjadi sorotan lain.

"Hanya akan menghambat kinerja KPK dalam mengungkap kejahatan korupsi yang dalam praktiknya dilakukan secara rapi, sistematis dan berjenjang," ujar Fathul.

Kemudian, penetapan status pegawai KPK sebagai bagian dari aparatur sipil engara akan menimbukan loyalitas ganda. Pada suatu massa, pegawai KPK akan alami dilematika loyal ke KPK atau pemerintah.

Selanjutnya, persyaratan penyelidik dan penyidik yang harus bertugas di bidang fungsi masing-masing hanya akan menutup peluang bagi KPK. Utamanya, untuk melakukan perekrutan mandiri dan dari luar Polisi.

Padahal, Fathul mengingatkan, salah satu aspek penting kewenangan KPK mengangkat penyidik independen sesuai kebutuhan penegak hukum yang independen pula. Karenanya, mereka mengeluarkan lima sikap.

"Pertama, menolak segala bentuk upaya pelemahan terhadap institusi KPK, termasuk menolak RUU revisi UU KPK inisiatif DPR," kata Fathul.

Kedua, mendesak DPR membatalkan rencana melakukan revisi UU KPK karena terlihat ada pelemahan institusi KPK. Hal itu terlihat baik dari aspek formil maupun aspek materiil.

DPR, pada akhir jabatannya, semestinya fokus menyelesaikan agenda Prolegnas 2019 yang sudah dibuat dan disepakati. Ketiga, mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengirimkan Surpres kepada DPR.

"Sehingga, proses pembahasan tidak dapat dilaksanakan," ujar Fathul.

Menuntut Presiden Joko Widodo menepati janjinya untuk melakukan penguatan KPK dalam rangka mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Terakhir, imbauan kepada bangsa Indonesia.

Utamanya, untuk mengawal pelaksanaan tugas pemerintah dan DPR, terutama memastikan dibatalkannya rencana revisi atas UU KPK. Ia berharap, pemberantasan korupsi masih jadi semangat seluruh rakyat.

"Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial. Selamatkan Indonesia, tolak revisi UU KPK," kata Fathul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement