Senin 09 Sep 2019 16:52 WIB

Komisi III DPR Pertanyakan Syarat Antiradikalisme Capim KPK

Hari ini, Komisi III DPR memulai proses fit and proper test terhadap 10 capim KPK.

Calon pimpinan KPK, Irjen Firli Bahuri (kiri) bersalaman dengan Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin (kedua kanan) pada uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Calon pimpinan KPK, Irjen Firli Bahuri (kiri) bersalaman dengan Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin (kedua kanan) pada uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al-Habsyi mempertanyakan urgensi poin antiradikalisme yang menjadi salah satu syarat bagi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu langsung ditanyakan Aboe Bakar saat Komisi III DPR menggelar rapat dengan Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK.

"Sebenarnya apa urgensinya? Ada apa ceritanya? Kenapa tidak lebih pada integritas para calon?" tanya politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, di Jakarta, Senin (9/9).

Baca Juga

Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansel Capim KPK dengan Komisi III DPR RI terkait hasil asesmen yang dilakukan. Aboe Bakar menyoroti isu antiradikalisme dalam proses seleksi capim KPK sehingga sampai perlu bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Ia juga mempertanyakan karena ada dugaan persyaratan tersebut menjadi penyebab beberapa capim terganjal dalam proses seleksi. "Apa benar ini menjegal beberapa calon memiliki komitmen keislaman tinggi? Yang katanya sulit dikendalikan sehingga dikasih label radikal?" kata Aboe Bakar.

Menjawab pertanyaan itu, anggota Pansel Capim KPK Hendardi mengakui poin antiradikalisme memang tidak menjadi persyaratan pada seleksi capim empat tahun lalu. Namun, kata dia, persyaratan itu menjadi penting pada seleksi capim KPK sekarang ini karena radikalisme dan intoleransi adalah persoalan yang sudah mengemuka dan bisa terjadi di institusi mana pun, termasuk KPK.

"Karena itu, kami menghindari sejak dini. Itu menjadi syarat bagi kami," tegasnya.

Hendardi menambahkan komunikasi juga dilakukan dengan sejumlah institusi, seperti BNPT, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan sebagainya sebagai pelengkap sesuai kondisi dan aktualisasi politik sekarang ini. "Memang ada catatan, seperti dari BNPT yang tidak mungkin kami sampaikan secara terbuka. Namun, catatan tidak begitu saja kami terima. Kami cek ulang kembali, karena bisa juga berbau fitnah, dan sebagainya," katanya.

Komisi III DPR hari ini memulai rangkaian uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 10 capim KPK hasil pilihan pansel. Proses pertama yang dilakukan Komisi III DPR adalah melakukan pengujian pembuatan makalah terhadap 10 capim KPK.

Sebelum pelaksanaan pembuatan makalah, Komisi III DPR mengundang Pansel Capim KPK untuk meminta menjelasan terkait proses seleksi asesmen. Kesepuluh nama itu adalah Alexander Marwata, Firli Bahuri, I Nyoman Wara, Johanid Tanak, Lili Printauli Siregar, Luthfi H Jayadi, Nawawi Pomolongo, Nurul Ghufron, Robi Arya Brata, dan Sigit Danang Joyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement