Senin 09 Sep 2019 04:47 WIB

Mengapa Saya Menulis Biografi M Natsir?

Bangsa ini semestinya mencatat dengan tinta emas keberhasilan Natsir

Mantan Sekretaris Mohammad Natsir (Pendiri Masyumi), Lukman Hakiem di Kantor MUI Pusat, Senin (1/3).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Mantan Sekretaris Mohammad Natsir (Pendiri Masyumi), Lukman Hakiem di Kantor MUI Pusat, Senin (1/3).

Oleh Lukman Hakiem, Penulis Biografi Mohammad Natsir

Setelah ditekuni selama sekitar satu tahun, alhamdulillah Biografi Mohammad Natsir kemarin diluncurkan di Panggung Utama Pameran Buku Indonesia Internasional, di Jakarta Convention Centre, Senayan, Jakarta.

Setelah peluncuran, tak urung muncul pertanyaan: "Mengapa harus menulis biografi M. Natsir?"

Buku tentang cendekiawan, ulama, politisi, dan negarawan Mohammad Natsir, telah banyak ditulis, baik oleh penulis dalam maupun luar negeri. Sekadar contoh, dapat disebut beberapa penulis dan bukunya: (1) Yusuf Abdullah Puar, 1978, Muhammad Natsir 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, (2)  H. Endang Saifuddin Anshari dan M. Amien Rais (ed),1988, Pak Natsir 80 Tahun Buku Pertama Pandangan dan Penilaian Generasi Muda, (3) Ajip Rosidi, 1990, M. Natsir Sebuah Biografi 1, (4) Lukman Hakiem (ed), 1993, Pemimpin Pulang Rekaman Perisistiwa Wafatnya M. Natsir,

(5) Anwar Harjono dkk, 1996, Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, (6) Dr. Thohir Luth, 1999, M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya, (7) Hendra Gunawan, SS, 2000, M. Natsir dan Darul Islam Studi Kasus Aceh dan Sulawesi Selatan Tahun 1953-1958, (8) Gamal Abdul Nasir Zakaria, 2003, Mohammad Natsir Pendidik Ummah, (9) Lukman Hakiem (ed), 2008, 100 Tahun Mohammad Natsir Berdamai dengan Sejarah, (10) Waluyo, 2009, Dari “Pemberontak” Menjadi Pahlawan Nasional Mohammad Natsir dan Perjuangan Politik di Indonesia, 

(11) M. Dzulfikriddin, 2010, Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia Peran dan Jasa Mohammad Natsir dalam Dua Orde Indonesia, (12) Seri Buku TEMPO, 2011, Natsir Politik Santun di Antara Dua Rezim, (13) Audrey R. Kahin, 2012, Islam, Nationalism and Democracy A Political Biography of Mohammad Natsir,  (14) Sohirin Mohammad Solihin, 2013, Mohammad Natsir Intellectualism and Activism in Modern Age, dan (15) H. Mas’oed Abidin, 2016, Gagasan dan Gerak Dakwah Mohammad Natsir

Gambar mungkin berisi: luar ruangan dan makanan

Hidupkan Dakwah Bangun Negeri

Dengan telah banyaknya diterbitkan buku tentang Mohammad Natsir, pertanyaan untuk apa lagi buku ini ditulis, menjadi relevan.

Pertanyaan itu juga bergelayut di kepala penulis, ketika pada suatu hari di tahun 2018 diundang oleh pimpinan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia untuk bertukar pikiran mengenai keinginan pimpinan Dewan Da’wah menerbitkan biografi penggagas Mosi Integral dan Perdana Menteri NKRI (1950-1951) itu.

Inspirasi Al-Ammar

Terutama setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada permulaan bulan November 2008 mengukuhkan Mohammad Natsir menjadi Pahlawan Nasional, hasrat masyarakat untuk mengenal lebih jauh sosok pahlawan kelahiran Alahan Panjang itu, meningkat. Akan tetapi, dua buku biografi Natsir yang masing-masing ditulis oleh Yusuf Abdullah Puar dan Ajip Rosidi, sudah lama tidak ada di toko buku. Buku-buku mengenai pemikiran Natsir seperti Capita Selecta dan Fiqhud Da’wah, sulit pula dicari.

Dalam diskusi di markas organisasi yang didirikan oleh Natsir itu, Wakil Ketua Umum Dewan Da’wah, Ustadz Abdul Wahid Alwi, M.A., memberi informasi bahwa seorang mantan pejabat Kerajaan Saudi Arabia yang pernah bertugas di Indonesia, Syaikh Dr. Abdul Aziz Abdullah Al-Ammar, merasa heran dan kecewa karena --setelah mencari di berbagai toko buku di negerinya-- tidak menemukan satupun buku mengenai Mohammad Natsir di dalam bahasa Arab. Menurut Syaikh Al-Ammar, seperti dituturkan oleh Ustadz Abdul Wahid, sebagai tokoh dunia Islam, seharusnya biografi Natsir tersedia di dalam berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa Arab.

Gambar mungkin berisi: 1 orang

Percakapan Ustadz Abdul Wahid dengan Dr. Al-Ammar itu mengilhami pimpinan Dewan Da’wah untuk mengikhtiarkan penulisan buku biografi Mohammad Natsir yang diharapkan melengkapi biografi yang sudah terbit. Dalam rangka itu penulis diminta untuk mengerjakan tugas yang pasti tidak ringan ini.

Meskipun penulis sempat mengenal Natsir secara pribadi --dalam istilah Natsir: “bekerja sama dan bersama-sama bekerja” di Dewan Da’wah yang dia pimpin— dan telah menulis serpihan pemikiran dan perjuangan Natsir; permintaan pimpinan Dewan Da’wah itu tetap saja penulis anggap berat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement