Jumat 06 Sep 2019 17:13 WIB

RUU Pertahanan Dinilai Belum Bisa Atasi Konflik Agraria

Komnas HAM menilai RUU Pertahanan tidak atur penyelesaian konflik agraria

Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga,    dalam konfrensi pers terkait kasus novel baswedan di kantor KPK, Jakarta, Jumat (16/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga, dalam konfrensi pers terkait kasus novel baswedan di kantor KPK, Jakarta, Jumat (16/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan masih memiliki kekurangan. Kekurangan itu adalah tidak mengatur mekanisme penyelesaian konflik agraria yang komprehensif  akibat kebijakan pemerintahan otoriter masa lalu.

"Tidak ada satu upaya khusus memikirkan penyelesaian konflik agraria yang begitu masif di Indonesia," ujar Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga dalam diskusi di Jakarta, Jumat (6/9).

Baca Juga

RUU Pertanahan dinilainya mengatur urusan konflik sangat kecil, bahkan berpotensi menimbulkan persoalan baru. Pembentukan pengadilan pertanahan pun berpotensi memiliki keterbatasan wewenang untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang diakibatkan oleh kebijakan negara di masa lalu.

Pengadilan pertanahan bersifat non-retroaktif sehingga tidak memiliki kewenangan menyelesaikan persoalan masa lalu. Selain itu, RUU pertanahan dinilainya kembali pada era kolonisasi oleh negara melalui penghidupan kembali asas domain verklaring melalui pengaturan hak pengelolaan yang memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk mengatur hubungan hukum.

"RUU Pertanahan seperti membangkitkan domain verklaring atau asas dalam praktik agraria zaman kolonial. Tanah tidak bisa dibuktikan pemiliknya dalam dua tahun, negara otomatis memiliki, ini sama persis," kata Sandrayati.

Untuk itu, Komnas HAM RI meminta Presiden dan DPR RI untuk menunda pengesahan RUU Pertanahan dan kembali mendiskusikan muatan materi yang diatur agar selaras dengan konstitusi, TAP MPR Nomor IX/MPR/2011 dan UUPA.

Adapun laporan konflik agraria yang diterima Komnas HAM terus meningkat, pada 2017 sebanyak 269 kasus, tahun 2016 sebanyak 223 kasus dan 2015 sebanyak 109 kasus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement