REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG---Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, sejak 5 September 2018, sibuk berbenah. Salah satu hal yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana ekosistem pemerintahan mencapai goals lebih cepat dan menghasilkan sesuatu sebanyak mungkin. Menurut Ridwan Kamil, ia sadar betul APBD tidak akan mampu membiayai semua pembangunan di Jawa Barat. Karena, untuk infrastruktur saja anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 1.200 triliun. Sementara APBD 2019 hanya 37,05 triliun untuk mengerjakan 58 proyek strategis selama 1 tahun. ''Untuk kebutuhan infrastruktur saja, APBD Jabar hanya secuil. Belum lagi untuk kebutuhan suprastruktur,'' ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Rabu (4/9).
Selain itu, kata dia, kebutuhan masyarakat begitu dinamis, teknologi terusber kembang, dan tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terus bertambah. Namun, ruang gerak birokrasi terbatas. Banyak sekat yang membuat roda pemerintahan dan pembangunan Jawa Barat selama ini berjalan lamban. Oleh karena itulah, Emil memperkenalkan dynamic government atau pemerintahan dinamis. Pemerintahan Dinamis sendiri merupakan ekosistem pemerintahan yang mampu menjalankan pola pembangunan yang kolaboratif. Semua pihak, di luar aparatur sipil negara dapat terlibat dalam pembangunan. Selama satu tahun ini, Emil pun lebih banyak disibukkan dengan bertemu banyak orang yang memiliki sumberdaya, baik itu uang, akses, teknologi, pengetahuan, maupun man power.
Emil s mengibaratkan dirinya sebagai seorang marketing. Jawa Barat dengan kekayaan alam, manusia, serta kekayaan budaya dan makanan, selalu dibawanya di berbagai forum baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk dikolaborasikan dengan para pemilik sumberdaya. ''Saya ini gubernur yang merangkap marketing,'' kata Emil.
Pemerintahan Dinamis, kata dia, sebenarnya bukan konsep baru di dunia, tapi barang baru di Indonesia. Secara teori dunia mengenalnya dengan Birokrasi 3.0. Sementara selama ini Indonesia masih menggunakan pola Birokrasi 2.0 atau Birokrasi Performa yang mengutamakan reward and punishment. ''Apa yang dilakukan gubernur sebelumnya sudah baik, tidak ada masalah. Hanya saya punya cara-cara baru untuk mengakselerasi, sehingga (pembangunan) melompat,'' katanya.
Salah satu yang menjadi ciri khas Pemerintahan Dinamis adalah kolaborasi dengan lima unsur pembangunan yakni kalangan ABCGM: Akademisi, Bisnis, Community, Government, dan Media. Hubungan pentahelix inilah yang dipakai Emil sewaktu masih Wali Kota Bandung, dan kini dengan konsep Pemerintahan Dinamis, embangunan di bawah Emil menjadi semakin cepat. ''Terjadi percepatan pembangunan dengan menerapkan konsep pentahelix. Ada banyak gagasan-gagasan baru, termasuk program di desa yang dikelola perbankan. Selain gagasan, juga ada sumbangan berupa DED (detail engineering design) untuk pembangunan,'' paparnya.
Penerapan Pemerintahan Dinamis, kata dia, tidak hanya membuat roda pemerintahan dan pembangunan berputar lebih cepat, tetapi juga pintu anggaran pembangunan bertambah. Jadi, tak mengandalkan APBD yang notabene terbatas, tapi lima sumber anggaran lain. Yakni KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha) atau Public Private Partnership (PPP), obligasidaerah, dana perbankan, dana ummat, dan dana CSR. Selain pembiayaan kreatif, Emil juga memulai terobosan untuk mendukung Pemerintahan Dinamis dapat berjalan di PemprovJabar. Salah satu caranya dengan menjalankan digital government agar pelayanan lebih baik dan cepat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum dan Istri Gubernur Atalia Praratya menjawab pertanyaan wartawan pada acara Jabar Punya Informasi (Japri), di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (28/12).
''Untuk menjawab permasalahan birokrasi yang dihadapi selama ini, Pemprov Jawa Barat mendirikan Jabar Digital Service yang akan menciptakan aplikasi sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan pembangunan. Jumlah aplikasi akan sebanyak jumlah permasalahan yang ada,'' kata Emil.
Pemerintahan Dinamis yang diusung Emil pun, telah membawa nuansa baru dalam komunikasi dan koordinasi antar-pemerintah daerah. Dengan gayanya yang millenials, Emil mengajak semua bupati/walikota masuk dalam forum grup WhatsApp yang diberinama Kopdar (Koordinasi Penyelenggara Pemerintah Daerah). Ini pola komunikasi yang sama sekali baru di Jabar.
Sebagai wakil pemerintah pusat, Emil dapat berkoordinasi jauh lebih cepat dengan para kepala daerah di Jabar. Komunikasi yang dijalin menjadi tidak formal tapi lebih efektif karena cepat mengambil keputusan. Melalui WAG Kopdar, Gubernur semakin tahu kebutuhan daerah dan treatment yang diberikan lebih terukur dan fair. ''Dulu siapa yang melobi anggaran dia yang dapat, sehingga bisa jomplang. Yang rajin melobi gubernur bisa dapat sampai Rp300-400 miliar. Tidak melobi cuma Rp 30 miliar misalnya. Ini tidak fair, akhirnya. Nah, sekarang jadi lebih adil bantuan keungan provinsinya,'' katanya. Yakni melalui koordinasi Kopdar itu menjadi fair. Semua mendapat bantuan berdasarkan hitung-hitungan yang proposional.
Setelah sukses dijalankan dengan segala macam kendalanya, kata dia, Pemerintahan dinamis diharapkan diterapkan pula di level kabupaten dan kota. Dengan begitu, ekosistem pemerintahan tingkat kabupaten/kota ada di level yang sama dengan provinsi. Emil pun optimistis dynamic government lambat laun akan diterapkan di kabupaten/kota sehingga antar Pemkab/pemkot dengan Pemprov Jabar dalam satu frekuensi dan Jabar juara Lahir bathin pun akan terwujud lebih cepat. ''Kalau ini berhasil, inilah Government 3.0 yang menjadi eksperimen pemerintahan untuk mengakselerasi pembangunan,'' tegasnya katanya.