Jumat 06 Sep 2019 05:15 WIB

Pemkot Tasikmalaya Keberatan Iuran BPJS Kesehatan Naik

Iuran BPJS dari pemerintah pusat semestinya tak harus membebani daerah.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ani Nursalikah
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya merasa keberatan atas rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mencapai 100 persen. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tasikmalaya Ivan Dicksan mengatakan, rencana itu akan semakin memberatkan beban Pemkot dalam menanggung penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

"Ya gimana ya, ini berat bagi daerah," kata dia, Kamis (5/9).

Baca Juga

Ia mengakui, rencana itu memang belum diputuskan secara resmi oleh pemerintah pusat. Namun, jika kebijakannya sudah valid, ia mau tak mau akan menambah anggaran untuk PBI BPJS Kesehatan dalam penyusunan APBD.

Ivan mengatakan, kebijakan kenaikan iuran BPJS dari pemerintah pusat semestinya tak harus membebani daerah. Ia meminta pemerintah pusat juga mau memberikan solusi, memperbesar anggaran dana perimbangan ke daerah misalnya. Menurut dia, tidak semua daerah itu kapasitas fiskal yang memadai.

Tak hanya kepada pemerintah pusat, Ivan juga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) membantu. Dia mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan menjadi beban kabupaten/kota.

Apalagi, ia mengklaim, pendapatan asli daerah (PAD) di wilayah Priangan Timur rata-rata hanya Rp 200 miliar hingga Rp 250 miliar per tahun. Belum lagi nantinya Pemkot juga harus menganggarkan dana kelurahan.

"Mudah-mudahan kebijakannya bisa memberikan dana tambahan. Yang penting kita berpihak kepada masyarakat," kata dia.

Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, terdapat 329.222 orang di kota itu yang tercatat sebagai PBI BPJS Kesehatan. Sebanyak 272.729 orang merupakan PBI yang ditanggung APBN dan 56.493 orang merupakan PBI dari APBD.

Kepala Dinas Sosial Nana Rosadi mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan tentu akan menambah lagi daftar PBI. Artinya, penggunaan anggaran daerah juga akan bertambah.

Ia menjelaskan, berdasarkan verifikasi yang dilakukan Dinas Sosial beberapa bulan lalu, terdapat 95.156 orang dari PBI APBN merupakan masyarakat yang tidak tergolong kurang mampu. "Kalau kita lihat, dari hasil verifikasi ada tiga golongan. Pertama PBI APBN yang masuk basis data terpadu (BDT), PBI APBN non-BDT, dan PBI dari APBD," kata dia.

Ia menyebutkan, PBI non-BDT itu berarti merupakan masyarakat yang berada di luar kemiskinan, di mana angkanya cukup besar, yaitu 95.156 orang. Sedangkan PBI APBD hanya terdapat 56.493 orang.

Menurut dia, masyarakat yang merupakan PBI dapat dikurangi jika PBI non-BDT bisa dihapus atau diserahkan orang yang tidak mampu. Sementara, kewenangan menghapus data PBI APBN non-BDT ada di tingkat pemerintah pusat.

"Kita sudah serahkan ke BPJS Kesehatan. Tindak lanjutnya silakan mereka," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement