Kamis 05 Sep 2019 10:35 WIB

KSPI: Iuran BPJS Kesehatan Naik Bisa Buat Daya Beli Jatuh

KSPI menilai kemampuan pekerja setiap daerah berbeda-beda.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai akan membuat daya beli masyarakat jatuh. 

"Bagi warga Jakarta dengan standard upah minimum 3,9 juta, mungkin tidak memberatkan," kata Said Iqbal. "Walaupun mereka juga belum tentu setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," keluh Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Kamis (5/9).

Baca Juga

Namun, kata Iqbal, jika bandingkan dengan kabupaten/kota yang upah minimumnya di bawah dua juta, mereka pasti akan kesulitan untuk membayar iuran tersebut. Misalnya masyarakat di daerah seperti Ciamis, Tasikmalaya, Jogjakarta, Sragen, dan lain-lain. Artinya mereka harus mengeluarkan sebesar 20 persen dari pendapatannya untuk iuran BPJS Kesehatan.

"Bagi daerah yang upah minimumnya di kisaran 1,5 juta, kekuarga yang terdiri dari lima anggota keluarga harus mengeluarkan biaya sebesar 210 ribu atau hampir 20 persen dari pendapatan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan," kata Iqbal. 

Hal itu, tegas Iqbal, akan sangat memberatkan. Apalagi tingkat upah minimum tiap-tiap daerah berbeda. "Satu hal yang harus disadari, setiap tahun iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan," tegas Iqbal.

Dijelaskan Iqbal, iuran BPJS Kesehatan dari buruh besarnya lima persen dari upah. Setiap empat persen dibayarkan pengusaha dan satu persen dibayarkan buruh. Ketika setiap tahun upah mengalami kenaikan, setiap tahun iuran BPJS juga mengalami kenaikan. "Jangan dipikir setiap tahun tidak ada kenaikan," tegasnya.

Lebih lanjut, menurut Iqbal, BPJS Kesehatan adalah asuransi sosial yang dikelola oleh negara. Oleh karena itu, asuransi sosial asing tidak boleh ikut campur dalam mengelola BPJS Kesehatan, karena melanggar konstitusi. 

Untuk menyampaikan penolakannya, KSPI akan melakukan aksi 150 ribu buruh di 10 Provinsi pada 2 Oktober 2019. Di Jabodetabek, aksi akan dipusatkan di DPR RI. Aksi lain akan digelar di Bandung, Semarang, Surabaya, Lampung, Medan, Batam, Banjarmasin, Gorontalao, dsb.

Selain itu, KSPI juga akan mengajukan gugatan warga negara (citizen law suite). Adapun pihak yang akan digugat adalah Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan dan sebagainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement