Kamis 05 Sep 2019 08:26 WIB

Veronica Koman, dari Dukung Ahok Hingga Tersangka Isu Papua

Veronica dinilai menyebarkan informasi yang bersifat provokatif.

Rep: Bambang Noroyono/Dadang Kurnia/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah orang keluar dan mengangkat tangannya di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan 10, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019).
Foto:

Mendagri Tjahjo Kumolo meminta klarifikasi langsung ke Veronica ihwal pidatonya tersebut. Tjahjo menilai, orasi Veronica bukanlah kritik terhadap pemerintah, tapi merupakan fitnah. Sebab, pemerintah tak mengintervensi putusan hakim terhadap Ahok. 

"Saya hanya mau minta klarifikasi apa sih maksudnya dia seperti itu. Mungkin karena dia emosional. Kalau dia clear, clear, saya nggak macem-macem. Mengingatkan saja,” kata Tjahjo

photo
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat ditemui wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (29/8).

Sementara itu, Amnesty menilai, penetapan tersangka terhadap Pengacara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Veronica Koman tindakan represif terhadap kemerdekaan sipil menyampaikan informasi dan berpendapat. 

“Kriminalisasi terhadap Veronica Koman akan membuat orang lain takut untuk berbicara atau memakai media sosial untuk mengungkap segala bentuk pelanggaran HAM (hak asasi manusia) yang terkait Papua,” kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam pernyataan pers yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (4/9). 

Menurut Usman, ada sejumlah pelanggaran hak asasi serius yang dilakukan oleh kepolisian dalam kasus yang dituduhkan terhadap Veronica. Tuduhan tersebut dianggap berkelindan dengan kejadian di Papua dan Papua Barat. 

Usman menerangkan, apa yang disampaikan Veronica merupakan bagian dari hak sipil untuk menyampaikan informasi ketika pemerintah menutupi fakta peristiwa dan gagap menyelesaikan masalah utama terkait yang terjadi di asrama mahasiswa Papua Surabaya pada Jumat (16/) dan Sabtu (17/8). 

Usman berpendapat hal yang dilakukan oleh Veronica lewat jejaring media sosial (medsos) pun bukan bagian dari aksi provokasi yang dianggap sebagai pemicu gelombang massa di Papua dan Papua Barat. “Kalau tuduhan polisi memprovokasi, maka pertanyaan yang harus dijawab oleh polisi adalah siapa yang telah terprovokasi untuk melanggar hukum akibat dari unggahan di Twitter?” kata Usman. 

Ia menegaskan, jika informasi yang disampaikan Veronica dianggap tak akurat, menjadi kewajiban bagi aparat kepolisian melakukan pelurusan dan klarifikasi fakta. Bukan malah dengan melakukan kriminalisasi.

Usman menilai, penetapan tersangka tersebut membuktikan aparat dan pemerintah yang tak paham menyelesaikan akar masalah kerusuhan yang terjadi di Bumi Cenderawasih. 

Kepolisian seharusnya membuktikan diri sebagai penegak hukum yang mampu untuk adil dan profesional dalam pengusutan tuntas serta menghukum pelaku rasisme dan tindakan represif yang dialami mahasiswa Papua saat pengepungan dan penggrebekan asrama di Jalan Kalasan, Surabaya.

“Akar masalah sesungguhnya adalah tindakan rasisme oleh anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat kepolisian di asrama Papua di Surabaya,” kata Usman. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement