Rabu 04 Sep 2019 21:01 WIB

Kuasa Hukum: Iwa Karniwa Tetap Kooperatif Terhadap KPK

Iwa Karniwa menghormati keputusan KPK melakukan penahanan terhadap dirinya.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Tersangka selaku Sekretaris Daerah (nonaktif) Jawa Barat Iwa Karniwa berjalan seusai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Tersangka selaku Sekretaris Daerah (nonaktif) Jawa Barat Iwa Karniwa berjalan seusai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Senin (2/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim kuasa hukum Sekda Jabar non-aktif Iwa Karniwa, Anton Sulthon memastikan kliennya akan bersikap kooperatif terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anton mengatakan, pihaknya tetap konsisten dengan pengakuan dan penyataan kliennya sekaligus membantah keterlibatan kliennya terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi tahun 2017 sebagaimana yang disangkakan oleh KPK.

 

Baca Juga

Anton mengatakan, kliennya tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan Proyek Meikarta. Sehingga, tidak mungkin bisa memberikan rekomendasi berkaitan dengan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi tahun 2017 yang diajukan Pemkab Bekasi kepada Badan Koordnnasn Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat.

 

"Memang saat itu klien kami menjabat sebagai Sekda Jabar, sekaligus sebagai Wakil Ketua BKPRD Jabar. Namun dalam perjalanannya, keluarlah Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 120/Kep 242-BAAP/2016 tentang perubahan Keputusan Gubernur No 120/Kep 697-BAPP/2010 yang Merubah Sususan Personalia BKPRD)," ujar Anton dalam siaran persnya, Rabu (4/9).

 

Sejak saat itulah, kata dia, Ketua BKPRD tidak lagi disi oleh Sekda, melainkan oleh Wakil Gubernur Jabar. Dengan posisi tersebut kliennya tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan kebijakan soal RDTR.  Setelah itu, kata dia, ada perubahan kedua atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 120/Kep.242-Bapp/2016 tersebut dllakukan pada 23 Mare! 2017. melalui Keputusan Gubernur Nomor 120/Kep 293-DBMTR/2017, yang salah satu isinya memindahkan Kesekretariatan BKPRD dan Bappeda kepada Dinas Bina Marga dan Tata Ruang.

 

"Namun dalam perubahan kedua SK Gubernur ini pun, Ketua BKPRD tetap ada pada Wakil Gubernur Jawa Barat, tidak lagi dibuat oleh Sekda," katanya.

 

Anton mengatakan, perubahan ketiga terjadi pada tanggal 23 November 2017 dimana dilakukan pencabutan atas seluruh Keputusan Gubernur mengenai pembentukan dan perubahan tersebut, melalui Surat Keputusan Nomor 188.44/kep.1070-DBMTR/2017. Isi dalam diktum SK tersebut pada pokoknya mengalihkan Tugas dan Fungsi BKPRD kepada Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Pemprov Jawa Barat yang secara tidak langsung menghilangkan eksnstensi BKPRD.

 

Anton menjelaska perubahan-perubahan tersebut. Agar dapat terlihat jelas secara terang benderang, bahwa nyata-nyatanya kliennya tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau membuat suatu kebuakan apapun. Terutama, berkaitan dengan perubahan RDTR yang diajukan Pemerintah Kabupaten Bekasi tersebut. Bahkan, kata dia, pihaknya pun dapat membuktikan dengan jadwal kegiatan Sekda Jabar, yang dapat dipertanggungiawabkan.

"Klien kami dapat dikatakan tidak pernah hadir mengenai pembahasan-pembahasan RDTR tersebut dikarenakan tugas pokoknya sebagai Sekretaris Daerah," ucapnya.

 

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya selaku tim kuasa hukum dari Iwa Karniwa meminta agar KPK lebih objektif dalam kasus gratifikasi Proyek Meikarta, yang menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka.  Anton menilai, objektivitas atas tuduhan, dugaan dan sangkaan tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah hukum acara yang berlaku. Sehingga, harus sesuai dengan fakta peristiwa dan kronologis apa adanya dengan uraian yang cermat, jelas dan tepat.

 

"Tidak seperti menebar jaring ikan di sungai karena begitulah hukum acara pidana," katanya.

Sehingga, kata dia, dapat diketahui bagaimana KPK memandang posisi klien kami dalam kasus ini, apakah sebagai sekedar pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger), pembantu (medeplichting) atau hanya namanya saja yang dijual oleh seseorang dan dimanfaatkan. Juga dikait-kaitkan hanya dengan alasan kenal atau sebagai mitra kerja.

 

"Kami sebagai kuasa hukum telah menyiapkan bantahan-bantahan bahkan saksi-saksi penting untuk membuktikan bahwa janji-janji tersebut tidak pernah ada dan klien kami pun tidak mengetahui tentang jumlah-jumlah uang yang dituduhkan oleh KPK dan media selama ini apalagi menerimanya," ungkapnya.

 

Terkait dengan penahanan yang dilakukan oleh KPK terhadap kliennya, tim kuasa hukum memastikan Iwa Karniwa yang tetap konsisten untuk kooperatif sebagai bentuk tanggung jawabnya selaku pejabat. Serta, membantu lembaga tersebut dalam upaya pemberantasan korupsi.

 

"Pak Iwa menghormati penahanan ini sebagai proses untuk memperoleh kebenaran dan keadilan dimata hukum bukan dimata politik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement