Rabu 04 Sep 2019 06:18 WIB

Komnas HAM Siap Fasilitasi Pemerintah-Masyarakat Papua

Pembicaraan bukan lepas atau bersama Indonesia, tetapi ruang sejajar dalam hubungan.

[Ilustrasi] Suasana permukiman penduduk di sekitar Pelabuhan Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Senin (2/9/2019).
Foto: Antara/Zabur Karuru
[Ilustrasi] Suasana permukiman penduduk di sekitar Pelabuhan Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Senin (2/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) siap menjadi fasilitator perdamaian antara pemerintah dan masyarakat Papua. Dengan catatan, permintaan diajukan oleh presiden sebagai kepala negara dan bukan kepala pemerintahan.

"Jika masyarakat Papua dan Presiden sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, meminta Komnas HAM untuk menjadi fasilitator perdamaian kami akan lakukan. Kami menyiapkan itu," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta, Selasa (3/9).

Baca Juga

Menurut dia, hal yang paling penting dalam menangani masalah tersebut adalah meletakkan kembali sumber masalah dan ketegangan. Ia menyebutkan salah satu sumber masalah dan ketegangan adalah soal bendera bintang kejora.

Soal bendera, ia berpendapat perlu didialogkan dua pihak bendera tersebut merupakan ekspresi kebudayaan atau politik. Namun, polisi telah menangkap mahasiswa yang mengibarkan bendera tersebut.

Sementara soal kasus rasial yang terjadi di Surabaya, kata dia, menjadi konfirmasi stigma dan phobia pun harus diselesaikan agar masyarakat Papua setara. "Tidak terbantahkan banyak ketidakadilan di Papua. Cara menjawab paling mudah adalah keadilan hukum setiap pelaku kejahatan dibawa ke pengadilan," kata dia.

Secara terpisah, Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana menilai Panglima TNI serta Kapolri yang menjadi wakil pemerintah menghadapi persoalan di Papua tidak memiliki alat uji analisis. Misalnya, negosiasi yang tidak menggunakan sudut pandang nasionalisme dalam melihat Papua.

Menurut dia, delegasi yang hadir harus mampu membangun rasa percaya masyarakat Papua. Namun, ia menilai, dua figur tersebut dapat menimbulkan rasa tidak nyaman untuk membicarakan masalah yang sedang dihadapi masyarakat.

Ia menilai Ketua Komnas HAM, Komnas Perempuan, Menteri Hukum dan HAM dapat menjembatani dengan lebih baik. "Esensinya bukan lepas atau bersama Indonesia, bagaimana menempatkan ruang sejajar yang menjadi esenssi relasi hubungan dengan Papua," ucap Puri.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement