REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebutkan kanal yang dideteksi menyebarkan hoaks dan provokasi terkait kerusuhan yang terjadi di Papua terus bertambah. Sampai awal pekan ini (2/9), ia mencatat ada 555 ribu URL yang digunakan untuk menyebarkan berita palsu.
"Paling banyak di Twitter," kata Rudiantara saat konferensi pers terkait "Perkembangan Arus Informasi Papua" di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (3/9) malam.
Dari 555 URL itu, menurut dia, ada lebih dari 100 ribu akun asli yang melakukan unggahan dan mention. Lokasi pengguna internet tersebut berasal dari dalam maupun luar negeri.
"Ada internasional. Banyakan dari dalam negeri. Tetapi, ada 20 lebih, saya mengatakan belum tentu warga negara tersebut, tetapi dari negara tersebut. Ada salah satu negara di Eropa," kata Rudiantara.
Ia mengatakan beragam hoaks disampaikan melalui kanal-kanal tersebut. Bentuknya mulai sekadar berita yang disinformatif hingga berita yang bertujuan menghasut dan mengadu domba.
"Beritanya macam-macam. Disinformasi masih rendah sifatnya, namun kalau sudah menghasut, mengadu domba, sudah keterlaluan," katanya.
Kemenkominfo, menurut dia, sudah melakukan penindakan di dunia maya, sementara penindakan di dunia nyata merupakan kewenangan kepolisian. Rudiantara mengimbau masyarakat untuk membantu menangkal hoaks dengan tidak menyebarkannya jika mendapatkan informasi semacam itu.
"Kembali ke kita semua. Jangan forward. Hapus. Kita kan rugi dapat hoaks, informasinya enggak benar kita rugi. Yang kedua, rugi pulsa," katanya.
Pada kesempatan itu, hadir Menko Polhukam Wiranto, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn) TNI Hinsa Siburian. Namun, Wiranto dan Moeldoko meninggalkan lokasi sebelum konferensi pers dimulai sehingga Rudiantara yang menyampaikan pernyataan kepada wartawan, didampingi Hinsa Siburian.