REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengimbau massa yang tergabung dalam beberapa kelompok dapat mengakhiri aksi demontrasi agar masyarakat dapat kembali beraktivitas dengan nyaman. Ditemui di Manokwari, Selasa (3/9), Gubernur mengemukakan, masyarakat masih trauma atas kericuhan yang terjadi di Manokwari, Sorong dan Fakfak.
Hingga saat ini, masyarakat juga masih dihantui kekhawatiran atas beredarnya informasi rencana aksi yang akan dilakukan sejumlah kelompok di daerah tersebut. "Sudah dua minggu lebih anak-anak tidak bisa bersekolah. Mereka takut ada kericuhan lagi, begitu juga para orang tua. Jadi setop, tidak usah ada aksi-aksi lagi," tegas gubernur.
Situasi keamanan, terutama di Manokwari, lanjut gubernur, juga berdampak signifikan terhadap aktivitas pemerintahan dan perekonomian. Ia tak mau situasi ini terus berlarut dan berdampak pada pembangunan serta perekonomian masyarakat.
"Mama-mama kita yang biasa berjualan di pasar dan pinggiran jalan juga tidak bisa berjualan. Kalau berjualan pun siapa mau beli kalau masyarakat takut keluar," ujarnya lagi.
Beberapa kelompok massa pada Selasa (3/9) kembali menggelar aksi di Manokwari. Selain mengutuk kasus rasisme yang dialami Mahasiswa Papua di Surabaya, selama aksi berlangsung, orasi tentang referendum atas Papua pun terus disuarakan.
Massa, terutama yang bergerak dari Amban, Manokwari siang tadi bermaksud menemui gubernur untuk menyampaikan aspirasi mereka. "Kalau masalah referendum saya tidak bisa menjawab karena itu bukan kewenangan saya," kata Gubernur menyikapi aksi tersebut seraya menegaskan bahwa dirinya tidak akan menerima aspirasi yang bersifat politis.
"Kalau aspirasinya berupa masukan terkait pembangunan masyarakat, situasi sosial, pembangunan ekonomi mari saya terima. Tapi kalau menyangkut urusan politik saya tidak akan terima," ujar gubernur lagi.
Dominggus ingin situasi keamanan di Manokwari, Sorong serta daerah lain di Papua Barat segera pulih kembali. Pemerintah daerah terus melakukan upaya agar provinsi menjadi tanah damai untuk siapa pun.
Kapolres Manokwari, AKBP Adam Erwindi pada kesempatan sebelumnya mengindikasikan, isu yang disuarakan oleh massa di daerah tersebut saat ini sudah bergeser. Semula aksi dilakukan untuk menuntut penindakan kasus rasisme di Surabaya, namun saat ini sudah mengarah pada isu ideologi dan politik.
"Untuk kasus rasisme Surabaya sudah terjawab, dua orang sudah jadi tersangka. Begitu pula penindakan yang kami lakukan di Manokwari, yang kami tahan adalah para pelaku tindak kejahatan berupa pembakaran, penjarahan dan lain sebagainya. Untuk peserta aksi damai pada 19 Agustus lalu itu tidak ada yang ditangkap. Jadi sudah jelas, ada muatan lain dari aksi ini," sebut Kapolres.