Rabu 04 Sep 2019 00:00 WIB

Angka Gizi Buruk di Kalbar Masih Tinggi

Gizi buruk berkaitan dengan akses air bersih dan sanitasi yang belum baik.

Ilustrasi pengidap gizi buruk
Foto: Antara/Novrian Arbi
Ilustrasi pengidap gizi buruk

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Harisson mengatakan, sampai 2019 ini, angka kasus gizi buruk di Kalbar masih tinggi.

"Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, gizi buruk dan gizi kurang pada bayi bawah lima tahun (Balita) di Kalbar 23,8 persen, atau di atas rata-rata nasional 19 persen," katanya, Selasa (3/9).

Baca Juga

Dari angka itu, angka gizi buruk mencapai 5,24 persen, gizi kurang mencapai 18,59 persen. Sementara rata-rata nasional angka gizi buruk 3,9 persen dan gizi kurang 13,8 persen.

Menurutnya, angka tersebut masih tinggi bila dibandingkan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Nasional (RPJMN) yang harusnya hanya mencapai 19 persen. Namun, melalui aplikasi gizi buruk dan gizi kurang yang diterapkan di Kalbar ternyata angkanya 19 persen atau sama dengan target RPJMN.

Dia menjelaskan, pencatatan gizi buruk yang dilakukan melalui Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e- PPGBM), merupakan aplikasi pencatatan dan pelaporan yang digunakan mencatat data sasaran individu dan penimbangan atau pengukuran sehingga bisa diketahui langsung bila ada balita yang bermasalah dengan status gizinya. "Permasalahan gizi buruk tidak semata-mata berkaitan dengan faktor ekonomi. Kondisi gizi buruk lebih disebabkan kurangnya pengetahuan keluarga yang belum memahami pentingnya asupan gizi bagi anak," ujarnya.

Ia mengakui selalu melatih bagaimana petugas gizi memberdayakan keluarga agar memahami bagaimana asupan makanan yang baik yang layak dikonsumsi sehingga cukup gizi bagi keluarga. "Faktor lainnya disebabkan penyakit infeksi. Sementara penyakit itu sangat dipengaruhi kesehatan lingkungan," ujarnya.

Harisson mengatakan jika akses keluarga terhadap air bersih kurang, maka anak bisa rentan terkena penyakit. "Misalnya terkena diare, jika sering sakit, maka anak itu bisa mengalami gizi kurang,” ujarnya.

Ia juga mengakui daerah-daerah di Kalbar yang angka gizi buruk dan gizi kurang tinggi berkaitan dengan akses air bersih dan sanitasi yang belum baik. Harisson mengatakan, pemerintah kabupaten/kota berperan sangat besar untuk memperbaiki kualitas air dan sanitasi.

"Meski demikian, untuk pembangunan lingkungan yang sehat perlu kerja sama lintas sektoral. Jadi semua keroyokan untuk menurunkan angka itu," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement