REPUBLIKA.CO.ID, Wajah Nur Juwani (26 tahun), warga RT 09 RW 04 Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur bercucuran keringat lantaran tersengat sinar matahari. Nur yang terus menggendong anaknya, tampak berbaur dengan sejumlah warga lainnya yang berdiri di pinggir Jalan Hankam Mabes Cilangkap. Mereka tampak antusias menyaksikan parade ratusan kendaraan hias yang melintas di daerah permukiman warga.
Parade kendaraan beragam tema dekorasi tersebut merupakan bagian dari acara Peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah yang diselenggarakan Pondok Pesantren Al Hamid.
“Saya seneng banget, anak-anak juga seneng. Kalau ada pawai gini, jadinya orang pada tahu ini tahun baru Islam, kan biasanya tahun baru yang biasa aja,” ujar Nur kepada Republika.co.id, Ahad (1/9).
Pawai kendaraan hias memperingati tahun baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah di Cipayung, Jakarta Timur, Ahad (1/9).
Menurut Nur, kegiatan pawai kendaraan hias memperingati Tahun Baru Islam merupakan tradisi tahunan yang hanya diselenggarakan Pesantren Al Hamid. Sayangnya, kegiatan itu kini sudah tidak lagi dilakukan setiap tahun. Padahal, dia berharap kegiatan serupa makin tahun makin bertambah semarak dan banyak penyelenggaranya. “Jangan cuma Pesantren Al Hamid kalau bisa, kan lebih menarik dan lebih ramai. Banyak makanannya juga,” seloroh Nur sambil tertawa.
Senada dengan Nur, warga lainnya yang bernama Yuni di Jalan Raya Setu, Cipayung mengatakan, acara pawai kendaraan hias mengingatkan dia pada karnaval hari kemerdekaan Republik Indonesia. “Seru banget, kayak karnaval tujuh belasan.”
Yuni pun setuju apabila kegiatan peringatan Tahun Baru Islam bisa lebih semarak lagi, bahkan bisa lebih meriah daripada peringatan pergantian tahun baru Masehi. “Kan kita orang Islamnya banyak, ya harusnya peringatan tahun barunya tahun baru Islam dong. Lagian pasti kan positif kalau Tahun Baru Islam, bukan hura-hura atau pesta-pesta yang nggak bener,” ujar Yuni.
Pengasuh Ponpes Al Hamid Jakarta Timur KH Lukman Hakim Hamid menerangkan, kegiatan Pawai Kendaraan Hias merupakan kegiatan rutin dwi tahunan yang diselenggarakan Ponpes Al Hamid dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah. Tahun ini, panitia mengusung tema Perbaiki Diri, Tingkatkan Prestasi, dan Istiqomah.
“Dulu, enam tahun lalu, kegiatannya satu tahun sekali, tapi sekarang dua tahun sekali. Setahun diselingi acara santunan akbar yatim piatu untuk warga sekitar pesantren,” ujar Lukman.
Pawai kendaraan hias memperingati tahun baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah di Cipayung, Jakarta Timur, Ahad (1/9).
Dia melanjutkan, peringatan Tahun Baru Islam sejatinya harus dimaknai sebagai pengembalian kesadaran setiap Muslim agar mengenal dan mengerti tentang penanggalan Hijryah. Alasannya, banyak momentum sejarah perkembangan Islam sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW merujuk pada penanggalan Hijriyah. Selain itu, dengan mengetahui penanggalan Hijriyah, umat Islam bisa lebih percaya diri dan bangga dengan khazanah keilmuan keislamannya.
“Sebetulnya, kalau kita mau jujur ya, Muslim atau orang Islam itu harus lebih tahu penanggalan Hijriyah, bukan (penanggalan) Masehi. Itulah kenapa kita ingin memeriahkan suasana tahun baru Islam ini agar semua mengingat tahun baru Islam Hijriyah bukan hanya tahun baru Masehi.”
Selain itu, kata Lukman, peringatan tahun baru Islam bisa juga bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan mengenai Islam yang rahmatan lil’alamin. Karena itulah, panitia menetapkan batik sebagai dress code peserta peringatan tahun baru Islam Pesantren Al Hamid tahun ini. Melalui batik yang diartikan sebagai ciri khas atau simbol kemeja nasional, panitia ingin menyampaikan pesan bahwa semangat keislaman yang ada di Indonesia tidak melenceng dari konsepsi NKRI dan Pancasila.
“NKRI dan Pancasila sudah disepakati para guru, para ulama, para habaib, dan para pendiri bangsa ini sebagai harga mati. Tidak boleh ditawar-tawar lagi. Tidak boleh ada yang membentur-benturkan Islam dengan Pancasila dan NKRI,” ujar Lukman.
Pawai kendaraan hias memperingati tahun baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah di Cipayung, Jakarta Timur, Ahad (1/9).
Ihwal sosialisasi penanggalan Hijriyah, Lukman melanjutkan, ada dua figur yang perlu terus melakukan sinergi agar generasi muda Islam Indonesia bisa lebih mengetahui tentang kalender Islam. Kedua figur itu adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Agama. Caranya, kedua menteri harus memasukkan momentum-momentum sejarah atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat Islam di masa lalu dengan merujuk pada penanggalan Hijriyah.
“Kita ingin anak-anak kita jangan lupa pada penanggalan Hijriyah. Ini kadang-kadang yang terlewatkan. Kedua nakhoda inilah yang bisa memengaruhi anak-anak kita dari tingkat TK, MTs, MA, TK, SD, SMP, dan SMA dengan memberi sentuhan atau perhatian yang khusus yang selama ini belum ada,” kata Lukman.