Ahad 01 Sep 2019 16:51 WIB

Pengamat: Kedatangan Jokowi ke Papua Bisa Meredam Gejolak

Jokowi tak perlu berkantor di Papua untuk melakukan pendekatan dengan rakyat Papua

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nidia Zuraya
Seorang anak melintas di antara sisa-sisa kebakaran yang menghanguskan sejumlah pertokoan dan rumah warga di Entrop, Kota Jayapura, Papua, Ahad (1/9/2019).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Seorang anak melintas di antara sisa-sisa kebakaran yang menghanguskan sejumlah pertokoan dan rumah warga di Entrop, Kota Jayapura, Papua, Ahad (1/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto sebelumnya menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyambangi Papua. Hal itu disampaikan setelah adanya berbagai desakan agar Jokowi berkunjung ke Papua untuk meredam gejolak di Bumi Cendrawasih tersebut.

Menanggapi ini, pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo, mengatakan persoalan yang menyangkut Papua merupakan persoalan yang laten. Dalam tradisi komunikasi politik, ketika level di bawah presiden tidak bisa menyelesaikan persoalan, maka menurutnya kehadiran Jokowi diperlukan.

Baca Juga

Ia menilai jika kehadiran Jokowi setidaknya bisa mengurangi eskalasi konflik. Ia juga berpandangan Jokowi tidak perlu berkantor di Papua untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat Papua seperti yang disarankan oleh salah seorang politikus Partai Gerindra.

"Kehadiran Jokowi sesuatu yang bagus, mungkin bisa mengurangi eskalasi konflik. Saya rasa Presiden Jokowi tidak harus berkantor di Papua, paling tidak berkunjung ke sana itu lebih dari perhatian. Jokowi harus lebih banyak memperhatikan keinginan masyarakat Papua," kata Suko Widodo, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (1/9).

Ia mengatakan, di dalam komunikasi politik harus ada rasa saling memahami terlebih dahulu, terlebih dalam posisi masing-masing pihak yang memiliki rasa tidak percaya.

Dalam hal ini, ia berpandangan bahwa Jokowi memiliki modal sosial karena ia memiliki suara signifikan dari banyak pendukungnya dalam pemilihan presiden yang lalu. Itu menurutnya bisa menjadi faktor positif untuk menyelesaikan masalah.

Akan tetapi, ia menegaskan bahwa komunikasi politik tidak hanya cukup berhenti di situ. Sebab, masalah Pilpres dikatakannya tidak ada hubungannya dengan masalah yang menyangkut rasis terhadap warga Papua ini.

Suko Widodo mengatakan, kasus rasis ini relatif tidak signifikan dengan dukungan politik saat pemilu. Di sini, ia menilai pendukung Jokowi dan masyarakat di Papua belum tentu sepakat dengan solusi yang ditawarkan Jokowi.

Karena itu, kata dia, Jokowi perlu mendengarkan apa yang dikeluhkan masyarakat Papua dan tentunya harus memiliki jaminan terkait apa yang dituntut oleh masyarakat di sana.

"Kalau meredam iya, tetapi mungkin meredam sementara. Kehadiran Jokowi mungkin bisa mengurangi suhu konflik, tetapi jika pertemuan itu tidak win-win solution, itu justru bisa melahirkan kebuntuan komunikasi lagi, harus ada solusi yang diterima," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement