REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Golkar, Victus Murin, mengklaim sebanyak 141 pengurus DPP Partai Golkar yang kontra terhadap kepemimpinan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan mosi tidak percaya kepada Airlangga.
Dia menilai Airlangga telah gagal mengelola kebesaran Partai Golkar, moral, dan etika kepartaian. "Pengurus, kader, dan simpatisan Partai Golkar kini tak bisa lagi berkantor dan melakukan aktifitas kepartaian di DPP Partai Golkar. Airlangga sudah menutup rapat-rapat pintu kantor DPP," kata Victus yang juga menjadi Juru Bicara penyampaian mosi tidak percaya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (31/8).
Victus menanggap penguasaan sepihak ini melawan logika dan praktik konstitusi sekaligus konvensi berorganisasi. Pasalnya kantor resmi merupakan aset kolektif dari seluruh pengurus, anggota, kader, dan simpatisan. Bukan milik sekelompok orang apalagi pribadi.
Selain itu pengurus Pleno DPP Partai Golkar, Sirajuddin Abdul Wahab juga membeberkan berbagai catatan pelanggaran Airlangga Hartarto terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) beserta turunannya berupa Keputusan Dewan Pimpinan Pusat, Peraturan Organisasi (PO), Tata Kerja dan petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Padahal, imbuhnya, AD/ART adalah konstitusi partai, jantungnya organisasi, sehingga pelanggaran terhadapnya sama saja dengan mematikan mesin kepartaian.
"Sejak 2018 hingga kini, tidak ada inisiatif dari Ketua Umum untuk melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Ini bertentangan dengan Anggaran Dasar Pasal 32 Ayat 4 C yang manyatakan Rapimnas dilaksanakan sekurang-kurangnya dalam waktu setahun oleh DPP," kata Sirajuddin.
Sirajuddin mengatakan, sejak Rapat Pleno terakhir pada 27 Agustus 2018, Ketua Umum tidak pernah lagi menyelenggarakan Rapat Pleno. Hal tersebut dinilai telah bertentangan dengan Keputusan Dewan Pimpinan Pusat No KEP-138/DPP/GOLKAR/VIII/2016 Pasal 70 Ayat (1) a, yang menyatakan Rapat Pleno dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua bulan.
Sementara itu Ketua DPP Partai Golkar Fatahillah Ramli menambahkan, langkah Airlangga Hartarto mendiamkan pelaksana tugas (Plt) diduga untuk melanggengkan kekuasaannya.
Menurutnya jika Musyawarah Luar Biasa Daerah terlaksana, dan para peserta memilih Ketua yang berseberangan dengan Ketua Umum, karir Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum bisa dipastikan selesai. "Tidak terselenggaranya Musyawarah Luar Biasa Daerah hingga kini, sebetulnya cerminan otoriter dari ketua umum yang tidak memotong hak kader di daerah," ujar Fatah.