REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi berpendapat, meski Jakarta tak lagi menjadi ibu kota, masalah lingkungan hidup akan tetap menjadi masalah menahun. Salah satunya, permasalahan polusi udara.
Polusi udara Jakarta memang menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir. Sebab, kota yang saat ini berpenduduk 10,4 juta jiwa ini pernah tercatat sebagai kota dengan tingkat polusi terburuk di dunia.
Menurut Tubagus, meski adanya pengurangan jumlah kendaraan pribadi, tetapi persoalan polusi udara akan tetap tidak bisa diselesaikan jika sumber utama polusi masih bercokol. "Kan sumber polusi terbesar itu karena aktivitas industri di Jakarta dan di kota sekitarnya," kata Tubagus kepada Republika.co.id, Jumat (30/8).
Permasalahan lingkungan lainnya, lanjut Tubagus, adalah persedian air tanah yang semakin menipis. Ekstraksi sumber air tanah dilakukan oleh sektor bisnis secara besar-besaran.
Tubagus menambahkan, permasalahan penurunan permukaan tanah juga akan tetap menghantui Jakarta meski sudah dilakukan pemindahan ibu kota sebab sumber permasalahannya juga karena keberadaan pusat bisnis. Terdapat alih fungsi lahan menjadi perkantoran dan pusat perbelanjaan.
"Jadi perkiraan kami, meski belum ada kajian mendalam, permasalahan lingkungan tersebut akan tetap ada, kecuali pemerintah pusat dan pemerintah provinsi berkomitmen mengambil tindakan mengatasi sumber masalah lingkungan itu," ujar Tubagus.
Menanggapi rencana pemerintah pusat dan pemerintah provinsi melakukan urban regeneration atau penataan kota agar lebih berkelanjutan, Tubagus mengatakan akan melihat arahnya terlebih dahulu. Ia menekankan, jika memang akan dilakukan penataan, maka persoalan lingkungan harus menjadi prioritas.
"Jakarta saat ini juga sangat membutuhkan ruang terbuka hijau yang lebih banyak, dan upaya penghentian sumber-sumber pencemaran," kata Tubagus.
Jokowi saat pengumaman pemindahan ibu kota di Istana, Senin (26/8), mengatakan pemerintah pusat bersama pemerintah provinsi akan tetap melakukan penataan kota secara berkelanjutan dengan anggaran Rp 571 triliun. Angka ini bahkan lebih besar ketimbang kebutuhan pembangunan ibu kota baru yang hanya menyentuh angka Rp 466 triliun.