Sabtu 31 Aug 2019 02:07 WIB

Pemkot Surabaya Optimalkan Larangan Impor Pakaian Bekas

Impor pakaian bekas berpotensi merugikan pendapatan negara.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Gita Amanda
Bisnis Pakaian Bekas: Pedagang pakaian bekas menunggu pembeli di Pasar Senen, Jakarta. Selasa (26/2/2019).
Foto: Antara/Sugiharto Purnama
Bisnis Pakaian Bekas: Pedagang pakaian bekas menunggu pembeli di Pasar Senen, Jakarta. Selasa (26/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Perdagangan (Disdag) berupaya mengoptimalkan penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2015, tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Selain berpotensi membahayakan bagi kesehatan manusia, langkah ini dilakukan juga untuk melindungi kepentingan konsumen.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Surabaya Wiwik Widayanti mengatakan, pihaknya telah menggandeng jajaran terkait untuk konsen mengoptimalkan pengawasan dalam penerapan Permendag No 51 Tahun 2015 tersebut. “Kita bekerja sama dengan Kepolisian, Yayasan Perlindungan Konsumen, dan Bea Cukai,” kata Wiwik saat jumpa pers di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Jumat (30/8).

Baca Juga

Wiwik menjelaskan, upaya-upaya yang dilakukan itu seperti memberikan sosialisasi kepada para pedagang pakaian bekas. Selain melakukan sosialisasi, pihaknya juga akan melakukan pegawasan dan mengambil langkah tegas jika para pedagang pakaian impor bekas itu terbukti melanggar undang-undang.

“Kami rencanakan memang akan melakukan sosialisasi kepada para pedagang yang masuk dalam identifikasi kami. Jika proses sosialisasi sudah dilakukan dan sebagainya, maka akan kita berikan tindakan tegas sesuai prosedur-prosedur yang berlaku,” ujar Wiwik.

Menurutnya, impor pakaian bekas itu berpotensi merugikan pendapatan negara. Disamping itu, adanya impor pakaian bekas ini juga berdampak pada perkembangan industri garmen di Indonesia.

Maka dari itu, pihaknya memastikan akan terus melakukan pengawasan terhadap para pedagang pakaian bekas ini. “Karena itu, kami akan terus mengoptimalkan upaya pengawasan terhadap pelaksanaan Permendag Nomor 51 tahun 2015 ini,” kata dia.

Kepala Unit Pelayanan Teknik (UPT) Perlindungan Konsumen, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, Eka Setya Budi mengungkapkan, sebelumnya uji lab pakaian bekas impor pernah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan.  Tahun 2014 uji lab dilakukan pada 23 kontainer dan 2015 73 kontainer.

“Hasil dari uji lab pakaian impor bekas yang dilakukan Kemendag, memang ditemukan banyak kuman. Ada beberapa bakteri dan kuman yang bisa menyebabkan penyakit,” kata Eka.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar tidak membeli pakaian impor bekas tersebut. Selain itu, dampak dari pakaian bekas impor ini sangat luar biasa terhadap kesehatan manusia.

“Dalam UU juga sudah diatur larangan terkait impor pakaian bekas itu. Namun selama ini, importir pakaian bekas itu masuk ke Indonesia melewati jalur antar pulau (jalur tikus),” kata dia.

Kasubnit Pidana Ekonomi Satreskrim Polrestabes Surabaya, Ipda M Shokib menegaskan, pihak kepolisian telah siap bekerja sama secara penuh. Yakni dalam melakukan tindakan terhadap para pedagang pakaian bekas impor yang terbukti melanggar undang-undang.

“Kami berkomitmen melakukan pengawasan dan penindakan di Surabaya ini yang dikenal sudah sangat masif perdagangan pakaian impor bekas,” kata Shokib.

Ia menjelaskan, terdapat dua UU yang mengatur larangan perdagangan pakaian bekas impor tersebut. Pertama pada UU No 7 tahun 2014. Pada Pasal 111 menyebutkan adanya sanksi pidana paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar bagi setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru.

Kedua, lanjut dia, terdapat pada UU Nomor 8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan Kosumen. Pada Pasal 8 ayat 1A berbunyi, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Barang bekas ini sesuai dengan UU sudah dilarang sebetulnya. Tapi karena untuk penindakan harus ada pengaduan dari konsumen, makanya kami menggandeng pemkot dan instansi lain untuk mencegah adanya pakaian impor bekas itu,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement