Jumat 30 Aug 2019 07:08 WIB

Siap-Siap, Iuran BPJS Bisa Naik per 1 September

Segera, setelah ada di meja saya, (kenaikan iuran) langsung saya tanda tangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kanan) didampingi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (kiri) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto (tengah) memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Foto:
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun

Kontraproduktif

Sementara itu, Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai rencana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan kategori peserta mandiri hingga 100 persen akan membuat para peserta makin enggan membayar iuran. Akibatnya defisit keuangan BPJS Kesehatan akan makin membengkak.

Timboel mengatakan, berdasarkan data per 30 Juni 2019, dari 32 juta orang peserta BPJS Kesehatan kategori mandiri, yang membayar hanya 50,9 persennya. "Apalagi setelah terjadi kenaikan yang sangat besar itu. Pasti tunggakan iuran makin tinggi," kata Timboel kepada Republika, Kamis (29/8).

Ia melanjutkan, kenaikan hingga dua kali lipat itu juga akan membuat peserta kategori mandiri yang saat ini terdaftar di level I dan II beralih ke level III. Tentu ini akan membuat dana iuran yang terkumpul makin sedikit.

Adapun jumlah peserta mandiri di level I, papar Timboel, mencapai 4,6 juta orang. Lalu, di level II sebanyak 6 juta orang. Sedangkan, level III berjumlah sekitar 19 juta orang. "Kelompok I dan II ini pasti akan memilih pindah ke kelas III dari pada mereka harus bayar Rp 160 ribu atau Rp 110 ribu," ujar dia.

Dengan sejumlah risiko tunggakan iuran itu, Timboel berpendapat, rencana kenaikan itu adalah langkah kontraproduktif. Sebab, tidak akan menjawab permasalahan defisit keuangan BPJS Kesehatan. "Ini tidak menjawab defisit anggaran, malah kontraproduktif menurut saya. Artinya, Bu Sri Mulyani harus baca data bahwa nggak semua orang itu aktif membayar," kata Timboel

Untuk mengatasi defisit keuangan itu, ia menyarankan, sebaiknya pemerintah menaikkan iuran hanya sebesar Rp 10 ribu untuk setiap kelas. Dengan syarat, kenaikan harus diiringi dengan perbaikan fasilitas. "Sehingga akan muncul kepercayaan dari masyarakat dan semua orang akan dengan senang hati untuk membayar," ujarnya.

Sementara untuk menambal sisanya, Timboel menyarankan agar pemerintah sebaiknya fokus mengejar penambahan peserta di kategori pekerja penerima upah (PPU). Sebab, ujar dia, hingga saat ini masih terdapat 4 juta orang lagi calon peserta potensial. "Penambahan setiap 1 juta peserta kategori PPU akan memberikan dana iuran sebesar Rp 2 triliun. Sehingga akan terkumpul Rp 8 triliun nantinya," kata Timboel.

Salah seorang warga pengguna BPJS Mandiri kelas mandiri III, Ilham Maulana, mengaku sangat tidak setuju iuran dinaikkan. "Jelas saya tidak setuju. Penghasilan nggak naik, ini BPJS malah naik, dua kali lipat lebih pula," ujar Ilham yang berjualan sembako di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (29/8).

Warga lainnya, Prima Nugroho, juga menyampaikan keberatannya atas rencana pemerintah tersebut. Ia menilai pemerintah tak memikirkan kondisi ekonomi masyarakatnya saat ini dengan menaikkan iuran sebesar itu.

"Biaya buat kebutuhan hidup aja/sekarang kita pas-pasan, kok BPJS pakai naik segala. Apalagi, saya bayar buat istri dan dua anak juga," kata Prima yang berdagang makanan di Depok, Jawa Barat. Menurut dia, defisitnya keuangan BPJS adalah sesuatu yang harus diselesaikan pemerintah dengan tidak membebankannya pada masyarakat. n muhammad nursyamsi/dedy darmawan nasution/febryan a ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement