REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan angkutan umum akan menjadi tulang punggung transportasi ibu kota baru di Kalimantan Timur. “Pak Menteri mengharapkan transportasi di sana efektif dan efisien. Mungkin sangat terbatas kalau nanti kantor kementerian satu jalur akan dilayani angkutan umum dan menjadi backbone (tulang punggung),” kata Dirjen Budi saat ditemui di Jakarta, Kamis (29/8).
Untuk itu, Budi menyiapkan angkutan bus (bus rapid transit) apabila konsep tata ruang kota menggunakan zonasi, yakni zonasi perumahan, termasuk rumah dinas, bisnis dan perkantoran. “Dukungan saya di BRT untuk menumbuhkan angkutan umum ibu kota dengan skema zonasi, cukup bagus zonasi perkantoran bisnis permukiman artinya lebih mudah diatur,” katanya.
Untuk itu, ia berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait terutama untuk mengatur tata ruang ibu kota baru dalam menentukan moda angkutan yang sesuai. Angkutan penyeberangan akan menjadi perhatian untuk dikembangkan karena terdapat Teluk Balikpapan. Lokasi ibu kota baru berada di dua kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Dirjen Budi mengatakan peningkatan pelayanan di Merak-Bakauheni akan menjadikan acuan dalam pengembangan angkutan penyeberangan di Kalimantan Timur. “Kita akan dukung juga di penyeberangan. Kita punya pengalaman mengatur di Merak-Bakauheni ini sudah cukup bagus di sana, memang mengalami pasang surut untuk penyeberangan ini. Kita akan mengatur dari sisi moda transportasi pembangunan untuk kota modern,” katanya.
Pengamat transportasi Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan angkutan laut dan penyeberangan menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk diperbaiki pelayanan dan fasilitasnya. Angkutan laut diprediksi akan meningkat signifikan terutama untuk mobilitas dari dan ke Pulau Jawa.
“Pola Lebaran laut meningkat lautnya diperbaiki untuk penumpang dan barang,” katanya.
Terkait angkutan sungai, menurut dia, dengan pemilihan ibu kota negara baru di Kaltim merupakan peluang menata angkutan sungai di Sungai Mahakam dengan panjang 900 kilometer. “Selama ini, keberadaan angkutan sungai kurang dapat perhatian. Saat musim kemarau tiba angkutan sungai ke pedalaman terhambat. Debit air dangkal, kapal sulit berlayar.,” katanya.
Untuk itu, diperlukan modernisasi teknologi kapal dan bantuan subsidi operasional untuk keberlangsungan. Angkutan sungai tidak hanya angkut penumpang juga ada logistik kebutuhan masyarakat yang bermukim di sepanjang sungai. Dia memperkirakan, mobilitas penduduk memakai transportasi laut dari Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pulau Sulawesi, terutama Sulawesi Selatan akan semakin banyak menuju Kalimantan Timur.