Rabu 28 Aug 2019 20:31 WIB

Pensiunan Jaksa Jawab Pertanyaan Soal Uang dari DL Sitorus

Pensiunan jaksa Jasman Panjaitan mengikuti uji publik seleksi capim KPK.

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pensiunan jaksa yang saat ini menjadi calon pimpinan (capim) KPK Jasman Panjaitan mengklarifikasi soal tuduhan menerima uang dari pengusaha D.L. Sitorus terkait dengan korupsi perubahan kawasan hutan produksi di Padang Lawas, Sumatra Utara. Jasman hari ini mengikui tahapan uji publik di hadapan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.

"Berita itu tidak benar itu atas pernyataan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh sudah dibuktikan. Saya diperiksa dan juga memanggil sejumlah pengacara, seperti L.M. Samorsir, Juniver Girsang semua diperiksa karena itu ide mereka," kata Jasman di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (28/8).

Baca Juga

Pada 2006, Jasman diketahui menangani kasus korupsi perubahan kawasan hutan produksi di Padang Lawas, Sumatra Utara, dengan tersangka pengusaha D.L. Sitorus. Dalam pleidoi-nya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 Juli 2006, D.L. Sitorus mengaku pernah diperas oleh jaksa sebesar Rp84,6 miliar.

"Sebagai tokoh di Medan, D.L. Sitorus diharapkan bisa bernatal, lalu mereka (pengacara) punya ide bagaimana caranya untuk mengajukan penangguhan penahan. Alasannya apa? Apakah tua atau apa coba mengembalikan kerugian negara maka ditanyalah kepada Menteri Kehutanan saat itu M.S. Kaban, lalu menunjuk Kanwil Kehutanan Sumatra Utara untuk menghitung Rp1,8 juta per batang pohon untuk kawasan hutan seluas 47 ribu hektare jadi setelah dikalikan dapat angka Rp84,6 miliar itu yang ditawarkan ke mereka (pengacara)," ungkap Jasman.

Namun, ternyata pengacara-pengacara itu diganti oleh pengacara baru. "Masuk pengacara baru dihapuslah pengacara orang Batak dan dia mengatakan 'Saya mau ketemu Jasman di pengadilan', ya, namanya D.L. Sitorus wataknya memang begitu, saya katakan 'terima kasih sampai ketemu di pengadilan', ya, sudah," tambah Jasman.

Pansel Capim KPK juga mendalami mengenai laporan yang menyatakan Jasman belum melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebanyak 11 kali. Ia juga diklarifikasi terkait adanya satu harta tidak bergerak atas nama pasangan yang belum dilaporkan di dalam LHKPN.

"Saya dua kali melaporkan LHKPN, di sini salah satu kurang koordinasi kejaksaan dan KPK. Kejaksaan harusnya untuk mutasi harus melaporkan LHKPN tetapi tidak ada aturan di kejaksaan walau sudah ada di Kementerian Keuangan sebagai dasar promosi dan mutasi. Kebetulan istri saya jago cari duit, dia mutar-mutar duit di pasar itu kondisi kami di rumah, istri saya mungkin kurang dibahagiakan karena saya tidak bisa berikan uang yang banyak," ungkap Jasman yang mengundang tawa pansel.

Jasman pun berjanji bila terpilih sebagai pimpinan dia akan langsung melaporkan LHKPN-nya. "Langsung saja harta saya Rp779 juta. Akan tetapi, bisa saja ada perubahan nilai. Rumah saya di Helvetia Medan sudah saya jual," ungkap Jasman.

Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek, dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis, yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement