REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait putusan perkara korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik. Rencananya, sidang perdana PK Novanto akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8).
Kuasa hukum Novanto, Maqdir Ismail mengungkapkan tiga alasan diajukan PK oleh kliennya. Pertama yakni karena adanya novum atau bukti baru. Alasan kedua yakni adanya pertentangan putusan dengan yang lain dan ketiga adanya kehilafan hakim.
"Jadi tiga itu tiga hal yang disebut undang-undang terpenuhi menurut hemat kami. ketiganya terpenuhi. Sehingga kami ajukan permohonan PK," jelas Maqdir.
Harapannya, sambung Maqdir, kliennya bisa mendapatkan hukuman lepas atau bebas serta dakwaan terbukti terhadap Novanto merupakan dakwaan yang salah. Saat ditanyakan berapa novum yang akan diajukan, Maqdir belum mau mengungkapnya.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan Jaksa KPK akan memenuhi panggilan pengadilan untuk menghadiri persidangan PK yang diajukan oleh Novanto.
"Sidang diagendakan Pukul 10.00 WIB pagi ini di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan permohonan PK," ujar Febri.
Dalam perkara korupsi KTP-el, Novanto telah divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan di tingkat pertama. Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dollar Amerika Serikat yang apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya akan disita dan dilelang dan bila hartanya tidak mencukupi uang pengganti tersebut maka akan diganti pidana 2 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, Novanto dan Jaksa KPK tidak mengajukan banding. Namun, berdasarkan aturan PK, Novanto diperbolehkan untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yakni PK walaupun tidak mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.