REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mengumumkan Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru Indonesia. Lebih spesifik lagi, kawasan yang akan dibangun kota baru berada di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Dalam penjelasannya, Jokowi menilai bahwa pemindahan ibu kota ke tengah-tengah Indonesia bisa memeratakan pembangunan. Tak hanya itu, DKI Jakarta juga dianggap telah menanggung beban terlampau berat, termasuk persoalan kemacetan, kepadatan penduduk, hingga polusi udara dan air. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur diharapkan bisa meringankan beban Jakarta sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia.
Lantas bagaimana kondisi umum dua kabupaten di Kaltim yang akan dijadikan sebagai ibu kota Republik Indonesia? Pertama, kita bahas mengenai Kabupaten Penajam Paser Utara. Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), kabupaten ini memiliki luas 3.333,06 km persegi dengan jumlah penduduk 159.386 jiwa (per 2018). Seperti kebanyakan daerah di Kalimantan Timur, Penajam Paser Utara mengandalkan sumber daya alam sebagai pendorong pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Sektor pertambangan dan penggalian menduduki peringkat pertama sebagai pendorong pertumbuhan, menyusul pertanian dan industri pengolahan. Nilai PDRB Kabupaten PPU sendiri tidak terlampau besar dibanding kabupaten lain di Kaltim. Per 2018, PDRB Penajam Paser Utara sebesar Rp 6,6 triliun dengan laju pertumbuhannya 1,24 persen.
Sementara Kutai Kartanegara, merupakan kabupaten dengan nilai PDRB yang lebih besar ketimbang Penajam Paser Utara. Tak heran, di kabupaten ini, industri pertambangan dan migas berkembang pesat. Provinsi yang banyak dihuni pendatang dari Jawa, Bugis, Banjar, Madura, hingga Buton ini memiliki luas wilayah 27.263 km persegi. Jumlah penduduknya 735.016 jiwa (per 2018).
Menurut data BPS, nilai PDRB Kutai Kartanegara per 2017 sebesar Rp 118,6 triliun dengan laju pertumbuhan 1,36 persen. Sejumlah perusahaan migas multinasional juga masih beroperasi di kabupaten ini, seperti VICO Indonesia dan Chevron Indonesia Company. Sementara itu perusahaan migas asal Perancis, Total E&P Indonesie sudah lebih dulu ganti baju menjadi Pertamina Hulu Mahakam pada 2018 lalu.
Kemudian bicara Kalimantan Timur secara menyeluruh, provinsi ini memiliki luas 127.346,92 km persegi dengan jumlah penduduk 3,6 juta jiwa. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi penggerak PDRB terbesar bagi provinsi ini.
BPS mencatat, nilai PDRB Kaltim pada 2018 sebesar Rp 464,8 triliun dengan pertumbuhan 2,67 persen. Pertumbuhan ekonomi Kaltim memang sempat minus pada tahun-tahun sebelumnya, seiring sempat anjloknya harga minyak dunia.
Beranjak ke DKI Jakarta, ibu kota Indonesia ini memiliki potensi ekonomi besar. Meski ibu kota dipindah ke Kaltim, Jokowi menegaskan bahwa Jakarta tetap berperan sebagai pusat ekonomi dan bisnis.
DKI Jakarta yang memiliki luas 662,33 km persegi ini memiliki jumlah penduduk 10,4 juta jiwa (per 2017). Angka ini tentu jauh lebih banyak ketimbang wilayah di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara yang akan menyandang gelar 'ibu kota'.
Bicara soal perekonomian, DKI Jakarta memiliki pendorong pertumbuhan yang berbeda dengan Kalimantan Timur. Bila Kaltim lebih banyak menggantungkan diri pada sektor pertambangan dan migas, DKI Jakarta lebih banyak didorong oleh perdagangan besar dan eceran serta industri. Berdasarkan data BPS, nilai PDRB DKI Jakarta pada 2018 lalu sebesar Rp 1.736,2 triliun dengan pertumbuhan 6,29 persen.