Senin 26 Aug 2019 21:06 WIB

Ketua Ombudsman: Pembatasan Internet Perlu Penjelasan

Ombudsman sangat menyayangkan kebijakan pembatasan internet tersebut.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai
Foto: Republika/Eric Iskandarsjah Z
Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ombudsman RI menilai perlunya penjelasan dari pemerintah terkait pembatasan internet di Papua dan Papua Barat. Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai, menyatakan terkait pembatasan internet di satu sisi masyarakat sangat tergantung dengan internet.

"Bisa dibayangkan kalau dibatasi penggunaan WhatsApp dan kalau kita lihat kerugian yang cukup besar baik itu kerugian materi dengan pembatasan-pembatasan itu karena banyak orang bisnis sangat tergantung pada penggunaan WhatsApp," kata Amzulian Rifai di Solo, Senin (26/8).

Baca Juga

Di satu sisi, Ombudsman sangat menyayangkan kebijakan pembatasan internet tersebut. Namun, di sisi lain dia menilai pemerintah punya pertimbangan lain, tidak hanya sekadar kepentingan ekonomi atau kepentingan pribadi.

"Ada hal-hal lain yang menjadi alasan bagi pemerintah melalui Kementerian Kominfo untuk membatasi penggunaan, itu bukan menghalangi. Namanya pembatasan tidak semua daerah, mungkin di lokasi-lokasi tertentu," imbuhnya.

Dia menambahkan, Ombudsman bertugas mengawasi kebijakan-kebijakan yang sifatnya pelayanan kepada publik. Karenanya, Ombudsman memerlukan penjelasan dari pemerintah. "Oleh karena itu, biasanya kami mengundang menteri terkait untuk memberi penjelasan apa alasan pembatasan, sejauh mana pembatasan dan berapa lama pembatasan. Apa tidak terbatas? Pemerintah wajib menjelaskan," ungkapnya.

Nantinya, setelah Ombudsman bertemu dengan menteri terkait, maka akan ada rekomendasi maupun saran dari Ombudsman. Salah satunya, mengenai perlu atau tidaknya regulasi.

"Apakah itu perlu, ya sebagai negara yang demokratis tentu ada aturan mestinya, jangan pakai selera penguasa, jangan siapa yang jadi menteri menurut perkiraan beliau perlu dibatasi maka batasi, seenaknya saja, berapa lama semaunya sendiri," ujarnya.

Oleh sebab itu, dia meminta adanya koordinasi sebelum menteri mengambil langkah tersebut. Misalnya, koordinasi dengan inteligen maupun kepolisian. "Kalau itu menjadi jelas, kaum pebisnis bisa mengantisipasi. Kalau dia terbuka menjadi jelas. Supaya publik tidak mengira-ngira," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement