REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Seorang warga Kota Pekanbaru bernama Helmy Oemar ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di daerah Rimbo Panjang. Diduga kondisi kesehatannya memburuk akibat polusi asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau.
“Memang di sekitar Rimbo Panjang itu ada kebakaran (lahan) tapi kemungkinan sebagian kecil karena pengaruh riwayat vertigo juga, dan mungkin karena kondisi asap bisa jadi pemicu (meninggal),” kata Shadik Helmy, anak kandung almarhum Helmy Oemar kepada Antara di Pekanbaru, Ahad (25/8).
Helmy Oemar, 59 tahun, sempat satu hari hilang dan tidak ada kabar sebelum ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di daerah Rimbo Panjang, pada Ahad pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Rimbo Panjang adalah daerah perbatasan Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru, yang selalu jadi langganan kebakaran lahan gambut yang menimbulkan asap pekat.
Berdasarkan data Satgas Karhutla Riau, proses pemadaman kebakaran lahan kini sudah memasuki hari ke-15 di daerah itu, tepatnya di Jl. Harapan Raya Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
Shadik menjelaskan, almarhum pada Sabtu (24/8) pergi sendirian melihat kondisi kebunnya di Rimbo Panjang. Hingga Sabtu sore tidak ada kabar dari ayahnya, sehingga warga dan pihak keluargamelakukan pencarian sampa jam dua dini hari. Telepon seluler almarhum bisa dihubungi, tapi tidak juga diangkatnya.
Shadik saat kejadian berada di Jakarta dan langsung mengambil penerbangan pesawat ke Pekanbaru. Ia pada Ahad pagi ikut melakukan pencarian dan menemukanayahnya di tengah hutan di Rimbo Panjang dengan kondisi tidak bernyawa.
Ia mengatakan selama ini kondisi ayahnya relatif sehat, tidak ada riwayat jantung. Kondisi udara pada saat kejadian memang berselimut asap atau jerebu karena di Rimbo Panjang sedang terjadi kebakaran lahan gambut.
“Saat ditemukan kondisi almarhumsedang bersenderdi batang pohon seperti beristirahat, sedang meringkuk,” katanya.
Ia mengatakan pihak kepolisian dan rumah sakit menyarankan jenazah ayahnya untuk divisum, namun pihak keluarga memutuskan untuk langsung menguburkannya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kertama, Kota Pekanbaru, pada Ahad sore.
Udara Tidak Sehat
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyatakan Kota Pekanbaru pada Ahad diselimuti asap atau jerebu karhutla pekat. Akibatnya jarak pandang turun tinggal berkisar 3-5 kilometer, dan kualitas udara tidak sehat.
“Pantauan terakhir jam 16.00 WIB (status) masih tidak sehat,” kata Staf Analisis BMKG Stasiun Pekanbaru, Nia Fadhila kepada Antara.
Ia mengatakan satelit pada Minggu sore mendeteksi ada 17 titik panas (hostpot) di Riau yang jadi indikasi awal Karhutla. Jumlah itu turun dibandingkan sehari sebelumnya yang terdeteksi 272 titik panas. Meski begitu, asap masih pekat walau titik panas menurun.
“Partikel asap di udara tidak sepenuhnya hilang, asap sisa (kebakaran) kemarin karena partikel akan hilang terbawa angin atau adanya hujan. Sedangkan hujan belum merata di Riau,” katanya.
Dari 17 titik panas yang terdeteksi di Riau, paling banyak di Kabupaten Pelalawan ada 9 titik. Kemudian di Indragiri Hilir ada 7 titik, dan Indragiri Hulu satu titik panas. Dari jumlah tersebut ada 10 yang dipastikan titik api, dan berada di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hilir masing-masing ada 5 titik.