REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Remaja Masjid Al-Bayyinah, Kampung Cipancur, Desa Sirnasari, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, meluncurkan Bank Sampah Sauyunan untuk penampungan sampah warga sekitar. Di tempat itu, warga dapat menjual sampahnya sesuai jenis yang telah ditentukan, kepada pengelola.
Pendiri Bank Sampah Sauyunan M Anwar Fansy mengatakan, bank sampah itu sebenarnya sudah beroperasi sejak awal Juni 2019. Namun, peluncuran resminya baru dilakukan sehari setelah perayaan Hari Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia, dengan tujuan Kampung Cipuncur juga dapat merdeka dari sampah.
Menurut dia, sebelumnya jalan-jalan desa di Kampung Cipancur selalu terdapat banyak sampah. "Kita merasa tergugah ketika melihat di jalan banyak sampah berserakan. Padahal sampah itu punya nilai jual," kata dia kepada Republika, Ahad (18/8).
Dari kondisi itu, Anwar bersana sekumpulan remaja Masjid Al-Bayyinah membentuk bank sampah. Ternyata, warga sekitar menyambutnya dengan positif.
Selama dua bulan beroperasi, Bank Sampah Sauyunan telah memiliki 84 nasabah yang semuanya merupakan warga RW 04 Kampung Cipancur. Bahkan, 50 persen dari para nasabah cukup aktif dalam mengumpulkan.
Namun, tak setiap hari bank sampah itu beroperasi. Bank sampah hanya menerima kumpulan sampah dari warga hanya pada akhir pekan. Pasalnya, para remaja masjid itu juga belum memiliki bangunan sendiri. Saat ini, mereka masih menumpang di Masjid Al-Bayyinah.
Dalam sehari operasi, sampah yang dikumpulkan rata-rata mencapai 200 kilogram, di mana 70 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Dalam satu bulan, sampah yang dikumpulkan bisa mencapai 1,2 ton.
Dalam dua bulan belakangan, omzet Bank Sampah Sauyunan baru mencapai Rp 3 juta. Anwar mengatakan, uang hasil perputaran sampah itu digunakan untuk membayar operasional, memberi upah sembilan karyawan, dan disumbangkan untuk gaji guru diniyah serta mubaligh.
"Karena perhatian kepada mereka masih kurang. Sementara di kampung-kampung itu, mereka merupakan tonggak dakwah," kata dia.
Menurut dia, antusias warga juga sangat tinggi untuk menjual sampahnya. Mereka yang sebelumnya beranggapan sampah sebagai barang tak bernilai, kini berubah untuk mengumpulkan sampah agar mendapat uang.
Bank Sampah Sauyunan menghargai sempah sesuai jenisnya, seperti kertas, logam, plastik, dan lain-lainnya. Sampah kresek misalnya, dihargai Rp 300 per kilogram. Sementara harga sampah paling tinggi berupa logam tembaga, yaitu Rp 30 ribu per kilogram.
Namun, bank sampah itu belum bisa menerima sampah organik. Selain belum memiliki lahan sendiri, bank sampah kreasi para pemuda itu juga belum memiliki alat untuk menjadikan sampah organik sebagai pupuk kompos.
Anwar menjelaskan, sampah yang diterima dari para nasabah harus disortir terlebih dahulu. Setelah itu, sampah dikumpulkan di lantai dua Masjid Al-Bayyinah, untuk kemudian dijual kembali ke pengepul sampah.
Ia mengakui, sampah yang dikumpulkan memang belum bisa diolah secara mandiri untuk dijadikan produk baru. Namun, ke depannya ia ingin mengolah sampah sendiri agar keuntungan yang dihasilkan juga semakin bertambah.
Meski belum memiliki lahan dan bangunan sendiri, para remaja itu tidak surut semangatnya untuk memerdekakan kampungnya dari sampah. Anwar mengatakan, saat ini Bank Sampah Sauyunan memang baru bisa menjangkau warga di RW 3 Desa Sirnasari. Namun, ia menargetkan, tahun depan bank sampah itu bisa mengajak mseluruh warga Desa Sirnasari ikut serta mengumpulkan sampah.
"Meski masih kecil, tapi kami ingin membeirikan keberkahan ntuk semua. Melalui bank sampah kita ingin memberi solusi. Karena sampah adalah masalah bersama, sehingga harus diatasi bersama-sama," kata dia.