REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menyatakan tersangka C (32) yang memperjualbelikan nomor induk kependudukan (NIK) tidak mendapatkan data itu dengan membobol sistem kependudukan dan pencatatan sipil. C mendapatkan data NIK dari tersangka I yang masih buron
"Hasil keterangan tersangka itu tidak didapatkan bahwa yang bersangkutan mendapatkan dari hasil intercept terhadap sistem yang ada di Dukcapil," tutur Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Asep Safrudin dalam konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis (15/8).
Tersangka mendapatkan jutaan data meliputi nama lengkap, nomor telepon genggam, alamat, nomor induk kependudukan, nomor KK, rekening bank, nomor kartu kredit dan data pribadi lainnya dari sumber berinisial I yang masih dalam pengejaran. "Yang jelas mereka tidak melakukan akses ilegal terhadap sistem yang ada di Dukcapil," tutur Asep.
Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menegaskan, data kependudukan dijaga dengan sistem berlapis untuk menjaga keamanan. "Ini perlu kami tegaskan Alhamdulillah sistem kami terjaga dan tidak di-intercept. Data kami terjaga rapi dengan pengamanan fisik maupun sistem," ujar Zudan.
Ia pun mengimbau masyarakat tidak mudah membagikan data kependudukan dan data pribadi lainnya sebelum memastikan pemanfaatan data itu. "Terutama sekarang fintech yang meminta data, yang kemudian bisa disalahgunakan. Fintech-fintech harus diketahui betul yang meminta data itu harus yang sudah berizin di OJK," ujar Zudan.