Kamis 15 Aug 2019 18:03 WIB

Tajuk Republika: KKB, Gerakan Pengacau Keamanan

Wafatnya Briptu Heidar membuat konflik KKB dengan polisi tak berkesudahan.

Anggota Polri mengusung peti berisi jenazah Briptu Hedar (24) yang menjadi korban penculikan dan penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Selasa (13/8/2019).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Anggota Polri mengusung peti berisi jenazah Briptu Hedar (24) yang menjadi korban penculikan dan penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Selasa (13/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Briptu Heidar ditemukan dalam kondisi meninggal setelah sempat disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah Pegunungan Tengah, Papua, sejak Senin (12/8) pukul 11.00 WIT. Penculikan yang disertai dengan pembunuhan terhadap anggota Polda Papua ini menyisakan konflik antara aparat dan gerakan pengacau keamanan yang tak berkesudahan di wilayah timur Indonesia.

Baca Juga

Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung langkah Polri bersama TNI yang memburu pelaku penembakan anggota Direktorat Reserse Kriminal umum Polda Papua itu. Kalla menegaskan serangan balik terhadap pelaku penembakan oleh TNI/Polri adalah keniscayaan. Bahkan, Wapres menegaskan, tindakan aparat keamanan memburu pelaku penembakan itu bukanlah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Menurut JK, aparat TNI dan Polri mesti menumpas tuntas secara profesional para pengacau keamanan di Papua. "Pemerintah, TNI, dan Polri selalu menjalankan tugasnya dengan baik, tapi apabila diserang tentu tidak bisa pasrah, harus kembali untuk membalas siapa penyerangnya," kata Wapres saat memberi pembekalan di Auditorium Seskoal, Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (14/8).

Sejatinya sudah menjadi tugas aparat memberikan rasa aman kepada semua lapisan masyarakat. Aparat keamanan harus menjamin aktivitas masyarakat berjalan normal. Tak heran bila kemudian Menteri Pertahanan Rymizard Ryacudu menyebut KKB di Papua harus dihantam. Menhan menganggap KKB di Papua sebagai kelompok pemberontak.

Keberadaan mereka yang membunuh aparat tidak dapat dibenarkan. Jika pembunuhan terhadap aparat ini berkelanjutkan, stabilitas keamanan wilayah menjadi terancam. Pembunuhan Briptu Heidar ini adalah teror kesekian kalinya terhadap aparat keamanan oleh gerakan pengacau keamanan di Papua. Sebelum kasus Briptu Heidar, mencuat kasus di wilayah Nduga yang hingga kini masih menyisakan masalah.

Organisasi yang mengatasnamakan pembela HAM menyebut tindakan aparat guna memulihkan keamanan di sana bertentangan dengan hak asasi. Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua saat berada di kantor Amnesty International Indonesia menuding operasi keamanan di Kabupaten Nduga tidak ada untungnya. Apalagi, LSM tersebut menyebut korban dari masyarakat sipil terus bertambah. Sudah 182 orang warga di sana menjadi korban sejak Desember 2018 hingga Juli 2019.

Korban meninggal diklaim akibat tembakan aparat TNI/ Polri dan kekerasan fisik, seperti pemukulan dan perampasan, sakit, atau akibat melahirkan di pengungsian dan hutan. Tim investigasi mereka mendata ada puluhan ribu pengungsi akibat operasi aparat yang mengejar kelompok Ten tara Pembebasan Nasional Papua Barat pimpinan Egianus Kogeya.

LSM ini meminta aparat keamanan ditarik dari Nduga. Keberadaan aparat dituding justru memunculkan keresahan. Mereka meminta semua pihak duduk dan berdiskusi bersama. Serangan balik dari aparat keamanan dikhawatirkan membuat masalah makin rumit dan menambah korban jiwa.

Tentu, tudingan ini memerlukan verifikasi di lapangan. Bila mengacu tugas pokok dan fungsi aparat, TNI dan Polri berperan menjaga ketertiban dan keamanan wilayah. Aparat TNI dan Polri jelas melakukan peng amanan, pelayanan, dan mengayomi masyarakat. Penegakan hukum terhadap pengacau keamanan mesti ditegakkan, termasuk di Papua.

Stabilitas keamanan adalah ranah aparat untuk mewujudkannya. Stabilitas keamanan menjadi kunci awal urat nadi perekonomian masyarakat bertumbuh dan bergerak. Tentunya, ini memerlukan dukungan semua pihak, mulai dari aparatur di pemerintahan pusat hingga aparatur di daerah, mulai dari pebisnis lokal hingga investor asing, mulai dari petani hingga pedagang, mulai dari LSM hingga pihak intelijen.

Sudah cukup lama wilayah Papua berada dalam kondisi ketidakpastian akibat bergejolaknya gerakan pengacau keamanan di sana. Mesti diungkap akar masalah yang menjadi penyebabnya. Apakah memang ada skenario pihak tertentu untuk menjadikan Papua dalam ketidakstabilan keamanan mengingat begitu kayanya potensi sumber daya alam di sana? Apakah memang ada kesengajaan agar kekayaan alam di sana tak terberdayakan optimal bagi kesejahteraan rakyat Papua?

Menjelang dimulainya periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, permasalahan keamanan di Papua haruslah dituntaskan. Kinilah saatnya Papua berbenah, dengan dukungan penuh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, demi terwujudnya rakyat Papua yang sejahtera.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement